Contoh, mengajak anak playdate dengan sepupu yang sebaya usianya, akan membantu meningkatkan kemampuan berinteraksinya.
Kemudian, bermain senandung lagu bersama anak bisa mengasah kecerdasan musiknya. Lalu, meminta anak membagi kue yang kita beli untuk setiap anggota keluarga mengajari anak belajar berhitung.
“Jika ada kemampuan anak yang tampak menonjol dalam satu bidang, misalnya anak senang bernyanyi, suka mendengarkan lagu, menunjukkan keinginan belajar alat musik, baru kita bisa arahkan belajar musik,” papar Maria.
Namun, Maria juga menekankan, jangan sampai les tersebut sebetulnya merupakan ambisi orangtua yang belum kesampaian, sehingga orangtua memproyeksikan “cita-cita” nya itu kepada anak.
“Sebaiknya, bedakan antara ambisi dan rasa sayang anak, jangan sampai anak merasa terpaksa mengikuti keinginan kita,” lanjut Maria lagi.
BACA JUGA: Mau Kulit Kinclong Meski Tak Pakai Aplikasi Edit Foto? Ikuti Tips ini
Dasarnya orangtua memasukkan anak les sebetulnya sama: ingin mendorong kecerdasan anak.
Namun, sejumlah psikolog berpendapat, program yang menawarkan pengajaran dini pada anak amat mungkin mengabaikan beberapa fakta mendasar tentang cara belajar anak prasekolah.
Atau belum mengantisipasi dampak yang mungkin muncul karena terlalu dini memaksa anak “belajar” sesuatu, baik itu kemampuan baca tulis berhitung, keterampilan menggambar, bermusik, atau olahraga sekalipun.
Source | : | Tabloid Nakita,parent.com |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR