TabloidNakita.com - Si kecil suka tampil? Begitulah ia. Tanpa dikomando, ia sering unjuk gigi kebolehan. Entah menari, menyanyi, berbicara keras, dan lainnya. Kadang ia mengiringi penampilannya dengan pakaian atau atribut menarik seperti kacamata hitam, baju princess, dan lainnya. Bahkan, kebolehannya tidak hanya ditunjukkan pada orangtua, tapi tamu, atau bahkan orang asing yang belum dikenalnya.
Nah, meski mama kadang “malu” oleh aktivitas putrinya yang suka tampil, sejatinya bila dilihat dari sisi positif, hal ini justru menunjukkan Karin punya konsep diri yang baik sehingga rasa percaya dirinya muncul. “Jangan dilarang, orangtua harus menghargai kemampuannya. Bukankah umumnya batita masih malu-malu bahkan takut berjumpa dengan orang baru? Kalau ia sudah berani berlenggak-lenggok, berarti rasa percaya dirinya sudah lebih dibanding anak seusianya,” jelas Fajriati Maesaroh, Psi.
Selain itu, suka tampil menunjukkan perkembangan motorik dan kognitif yang cukup pesat. Meniru Michael Jackson, seperti yang dilakukan Karin, tidaklah mudah. Ia harus melihat dulu gerakan/mendengar lagunya, mengingat, lalu mengulanginya lagi. Ini menunjukkan kognitif Karin berkembang baik. Kecerdasan musik dan kinestetiknya pun sudah terlihat dimana Karin harus mengikuti irama lagu serta menggoyang-goyangkan tubuhnya.
Meski demikian, Fajriati tidak menafikan bahwa usia batita masih sangat impulsif. Mereka sering bertindak tanpa pertimbangan sehingga apa saja yang ingin dilakukan, tanpa ba-bi-bu langsung saja dikerjakannya, semisal tiba-tiba ingin tampil seperti yang dilakukan Karin.
RESPONS SEWAJARNYA
Sekali dua kali, rasanya lucu-lucu saja melihat batita unjuk kebolehan. Tapi kalau terus-terusan, bukankah seperti anak yang “ketagihan” tampil sehingga malah menurunkan simpati yang melihat?
Kalau si batita bersikap seperti ini, menurut Fajriati, ada beberapa alasan yang mendasarinya. Salah satunya, pujian/tepuk tangan yang diberikan setelah “tampil” membuatnya merasa direspons secara positif, sehingga perbuatan itu terus-menerus diulanginya. Bahkan orangtua sekadar tertawa senang pun akan dianggapnya sebagai respons positif. Kalau orangtua tidak menunjukkan batasan kapan harus “setop”, tentulah ia belum mengerti.
Selain itu, ada anak-anak yang merasa kurang perhatian, lalu berusaha mencari perhatian dengan segala cara. Contohnya pada batita yang baru punya adik, lalu ibunya lebih fokus ke adiknya; nah, karena merasa terabaikan, si batita langsung tampil. Sekali ia “unjuk kebolehan” dan orangtua merespons positif, maka hal itu akan terus diulanginya.
Agar bakat dan kepercayaan diri si batita tak terhambat, tapi juga si batita tak overexpose dengan dirinya, saran Fajriati, berikan respons positif yang wajar. “Oh, iya, Adik bisa berjoget seperti Michael Jackson, ya? Pinter.” Tepuk tangan/tertawa pun secukupnya saja. Jangan memujinya berlebihan. Misal, dengan memintanya mengulang-ulang lagi. Percayalah, tanpa diminta pun ia akan mengulanginya selama ada respons positif dari lingkungan.
Kalau anak tak kunjung berhenti seperti dicontohkan di atas, segera alihkan perhatiannya, “Oke, sekarang Mama mau ngobrol dulu dengan Tante, ya, Adek boleh main di dalam sama Mbak.” Dengan begitu anak mengerti kalau sekarang waktunya berhenti. Kalau masih “muncul lagi-muncul lagi”, jangan mempermalukannya, “Aduh, Adek ini caper banget ya kalau ada tamu, maunya tampil melulu.” Kata-kata seperti ini jelas kurang bijak karena bisa mematikan semangatnya. Bukan tak mungkin menyebabkan trauma yang membuatnya tak mau tampil lagi di muka umum. Ibu-ayah tetap harus sabar mengarahkan si batita agar menunda dulu keinginan tampilnya.
Tak ada salahnya orangtua meminta anak tampil di acara khusus, seperti ulang tahun papa/mama/kakek/nenek, dengan begitu anak lebih bersemangat untuk berlatih. “Coba, bisa tidak Adek menirukan gerakan/lagu itu. Kalau bisa nanti waktu ulang tahun nenek, itu jadi hadiah ulang tahun. Mau tidak?”
Pastinya, berikan keleluasaan pada anak untuk mengeksplorasi dirinya selama tidak berdampak negatif. Sejauh anak tidak mempermalukan diri sendiri, seperti memancing tawa orang lain melalui mimik wajah (making foolish faces), meniru wajah kera beserta gerakannya atau membahayakan dirinya sendiri/orang lain, maka kemampuan dan kemauannya untuk tampil harus diarahkan sambil tetap memperhatikan rambu-rambunya agar tak berlebihan.
ARAHKAN KELEBIHANNYA
Bila si batita sudah mampu berunjuk kebolehannya seperti menari, menyanyi, menyelesaikan pasel atau bahkan menggambar, orangtua bisa mengarahkan dengan mengajarinya menyanyi secara benar atau nantinya dimasukkan ke kelas sesuai kemampuannya, sehingga kelebihannya ini bisa diarahkan dengan tepat.
Bakat tampilnya juga bisa diakomodasi dengan mengikuti lomba-lomba yang banyak diselenggarakan pusat-pusat perbelanjaan di akhir pekan, seperti lomba menyanyi, menari, fashion show, dan sebagainya. Tidak perlu memasang target juara, cukup dilihat apakah benar anak memang suka tampil dan memiliki rasa percaya diri tinggi, atau sekadar jago kandang alias hanya heboh kalau di rumah tapi di depan orang banyak langsung melempem.
Sesekali ajak anak menonton pertunjukan yang bisa menginspirasinya, misalnya operet musikal yang pemainnya anak-anak atau sebayanya. Jelaskan padanya, kalau ia memang suka menari/menyanyi, nantinya kalau berlatih sungguh-sungguh bisa tampil di acara seperti itu. Dengan begitu anak memperoleh gambaran yang kelak dapat menggugah motivasinya untuk melakukan hal yang sama.
Marfuah Panji Astuti
KOMENTAR