Ini Alasan Donor ASI Jadi Alternatif Utama Kala Ibu Tak Bisa Memberikan ASI

By Avrizella Quenda, Sabtu, 25 Maret 2017 | 06:13 WIB
Bayi jarang menangis, perlu ada beberapa tanda yang diwaspadai. (Gisela Niken)

Nakita.id - Air Susu Ibu (ASI) dikenal sebagai nutrisi optimal untuk semua bayi, terutama yang sakit dan yang prematur. Baru-baru ini, The Lancet, jurnal medis yang terpercaya, menerbitkan sebuah laporan bahwa tingkat menyusui yang kian tinggi di seluruh dunia dapat mencegah kematian hampir 825.000 balita dan 20.000 kematian dari kanker payudara setiap tahun. 

Sayangnya, saat ini, makin sedikit perempuan yang menyusui secara eksklusif untuk 6 bulan pertama kehidupan bayi mereka. Ini terutama terjadi di negara-negara berpendapatan tinggi seperti Australia, Inggris, Kanada dan AS. Meskipun organisasi kesehatan terkemuka telah menganjurkan donor ASI sebagai opsi terbaik untuk bayi, banyak negara yang gagal memberikan opsi ini. Donor ASI masih kontroversial di banyak negara.

Sejarah Singkat Donor ASI

Ibu memberikan ASI untuk bayi yang bukan darah dagingnya sendiri bukanlah sebuah konsep baru. Dalam banyak budaya dengan kurun waktu berabad-abad, para ibu menyusui bayi perempuan lain dalam berbagai situasi.

Sampai penemuan botol susu di abad ke-19, praktik “ibu susu” (wet nursing) dianggap sebagai alternatif paling aman dan paling dapat diterima sebagai pengganti susu ibu sendiri. 

Ibu susu di Eropa meningkat sejak abad ke-11 ketika populasi manusia menetap di sebuah tempat dan kawasan urban meluas. Ibu susu-ibu susu dari pedesaan lebih disukai ketimbang perempuan-perempuan perkotaan, karena diyakini mereka lebih sehat. 

Baca juga : Syarat Menjadi Donor ASI

Pada abad ke-19, menyusui artifisial menjadi pengganti untuk ibu susu. Perbaikan-perbaikan pada susu formula bayi, begitu juga botol dan dot, membuat menyusu artifisial dengan cepat populer. Donor ASI tidak lagi disukai dan formula bayi segera mengisi kekosongan itu. 

Pada pertengahan 1900-an, para dokter mulai merekomendasi susu formula kepada-ibu yang kesulitan menyusui di hari-hari pertama pascamelahirkan. Alhasil, susu formula dianggap sebagai alternatif aman untuk ASI, dan menjadi kian populer. Tingkat menyusui pun menurun hingga 1970-an. 

Karena ASI diketahui sangat bermanfaat bagi bayi-bayi yang sakit, perempuan-perempuan menyusui dianjurkan untuk memerah susu mereka dan menyumbangkannya ke rumah sakit-rumah sakit. Bank ASI pertama dibuka di Austria pada 1909, diikuti 10 tahun kemudian oleh Amerika, dan sejak itu makin banyak bank ASI didirikan di Jerman. 

Pada 1930-an, bank-bank ASI membagikan wadah-wadah setril kepada pendonor ASI, dan mengambil susu donor setiap hari. Bank-bank semacam itu masih tetap buka dan beroperasi hingga 1980-an. Ketika kekhawatiran akan transmisi HIV begitu besar pada masa itu, banyak bank ASI tutup. 

Kandungan Eksklusif ASI