Meniru Adegan Superhero Menyebabkan Anak Lebih Agresif

By Avrizella Quenda, Selasa, 21 Maret 2017 | 05:57 WIB
Bermain adalah ketrampilan sosial yang harus berkembang di usia batita. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Di usia batita atau 1-3 tahun, anak mulai suka menonton acara kartun dan superhero. Entah sang kelelawar jagoan Batman, Superman, dan masih banyak lagi. Selain didukung dengan visual yang menarik, superhero menyajikan berbagai adegan aksi yang seru. Menurut definisi, superhero yang memiliki kekuatan baik melindungi orang-orang yang sedang kesusahan dan dikagumi karena tindakan mulia mereka. Sayangnya, efek karakter populer ini membawa pengaruh besar bagi anak-anak.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Abnormal Child Psychology, peneliti menemukan bahwa anak-anak usia prasekolah yang terlibat dalam budaya superhero lebih sering menampilkan beberapa perilaku yang mengganggu.

"Anak-anak mengambil sifat agresif superhero yang bertentangan dengan karakteristik positif," kata penulis studi Sarah M. Coyne, profesor di Brigham Young University School of Family Life. Ia mengatakan hal ini tampaknya menjadi kasus anak-anak yang salah dan mengabaikan sifat-sifat positif dari banyak superhero.

Untuk penelitian ini, Sarah dan rekan-rekannya mewawancarai 240 anak-anak di mana orangtuanya melaporkan mereka yang terlibat dengan budaya superhero hingga batas tertentu. Ketika anak-anak ditanya tentang sifat-sifat favorit superhero mereka seperti Batman, Captain America atau Spider-Man, 20 persen mengatakan mereka menyukai adegan kekerasan. Alasannya karena superhero bisa membunuh dan menghancurkan musuh-musuh jahat.

Baca juga : Kenali Penyebab Anak Jadi Agresif

Ini tampaknya menyebabkan perilaku buruk pada beberapa anak. Satu tahun setelah wawancara awal dilakukan, peneliti menemukan anak-anak yang sering terlibat budaya superhero umumnya lebih cenderung agresif secara fisik dan relasional.

Salah satu superhero, Superman sering melakukan adegan melempar musuh-musuhnya dan para penjahat yang menyakiti orang yang lemah. Meskipun begitu, Sarah mengatakan ada cara yang lebih baik, yaitu dengan memulai adanya dialog terbuka dan membatasi media anak-anak sesuai dengan usia.

"Superhero sendiri memiliki begitu banyak kualitas positif, jadi saya akan fokus pada mereka sementara tetap menekankan kekerasan," katanya, menunjukkan kepada orangtua untuk mengarahkan anak-anaknya dengan karakteristik positif dari superhero. Jelaskan kepada anak bahwa untuk menjadi superhero tidak selalu harus menggunakan kekerasan, "Seorang superhero sejati adalah orang yang baik, pengertian, setia, empati dan mampu membela orang lain tanpa menggunakan kekerasan."

Penelitian Sarah tahun 2016 juga menerbitkan studinya tentang efek princess Disney. Dalam kegiatan penelitian itu, Sarah dan rekan-rekannya menemukan anak-anak perempuan memiliki tingkat interaksi tertinggi, sehingga lebih rentan terhadap perilaku gender yang mungkin membuat mereka melakukan sesuatu hal secara maskulin, termasuk di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Di sisi lain, para peneliti menemukan anak-anak yang menonton film princess sesekali bermain dengan boneka yang memiliki tingkat harga diri dan bermanfaat bagi orang lain. Sarah juga mengingatkan kepada semua orangtua untuk membantu anak-anak menemukan keseimbangan dengan memperkenalkan karakter baru dan kepentingan yang lebih baik.

Baca juga : Mengatasi Batita Mulai Membangkang dan Agresif