Nakita.Id - Di usia 10 tahun, Ihsan baru bisa berdiri. Kasus cerebral palsy (CP) atau cedera otak membuat kemampuan geraknya terganggu. Berbagai terapi terus dijalani agar kemampuan motorik yang masih tersisa tetap berfungsi. Inilah kisahnya, seperti disampaikan oleh sang ayah, Agus Kurniawan (37).
LAHIR DI TAKSI
"Saya memiliki 3 anak, Najma Jamilah (11), M. Thoriq Ihsan (10), dan M. Faizul Akmal (4). Anak pertama saya, Najma, tumbuh normal dan sehat. Sementara yang kedua, Ihsan, mengalami cerebral palsy (CP) atau cedera otak yang mengganggu kemampuan motorik, keseimbangan, juga postur tubuhnya. Sedangkan anak yang ketiga, Akmal, mengalami sindrom rubella kongenital yang membuatnya tidak bisa melihat. Namun di artikel ini, saya akan bercerita tentang Ihsan yang mengalami CP.
CP yang dialami Ihsan mungkin terkait dengan kelahirannya yang prematur. Ihsan lahir ketika usia kandungan ibunya baru 28 minggu. Kejadian ini sama sekali di luar dugaan kami. Mungkin karena terlalu lelah, pagi-pagi sekali istri saya mengeluh mulas. Karena mulasnya tak kunjung hilang saya bawa dia ke rumah sakit terdekat. Saya juga mengajak bidan yang menangani kehamilan istri saya. Kami naik taksi menuju rumah sakit. Tetapi, jalanan saat itu sangat padat dan macet. Sementara itu, istri saya sudah tidak tahan untuk melahirkan. Tak dinyana, Ihsan keburu lahir di dalam taksi dengan dibantu sang bidan.
Karena lahir darurat dan bukan pada tempatnya, Ihsan yang mengalami kekurangan oksigen tidak bisa mendapatkan pertolongan segera. Wajahnya membiru. Sesampainya di rumah sakit, dokter langsung melakukan tindakan dengan memicu Ihsan untuk segera menangis. Dengan menangis berarti ada sirkulasi oksigen yang membuat paru-parunya bekerja. Setelah itu Ihsan langsung dimasukkan ke ruangan perawatan intensif. Seharusnya, Ihsan dirawat di rumah sakit hingga 3 bulan. Namun, karena kami tidak memiliki cukup dana akhirnya di hari ke-9 Ihsan kami bawa pulang."
HANYA MAMPU TENGKURAP DAN BERGULING
"Kami bersyukur Ihsan dapat melewati hari-hari kritisnya di masa awal kelahiran. Ia pun tumbuh sehat. Bahkan bidan langganannya pun bilang jika pertumbuhan Ihsan normal seperti anak lainnya. Hal ini membuat kami lega.
Namun menjelang usia 2 tahun, kami mulai curiga dengan perkembangan motorik Ihsan. Soalnya, di usia yang seharusnya ia sudah bisa duduk, berdiri, dan berjalan, Ihsan hanya mampu tengkurap dan berguling-guling. Kami pun mulai memeriksanya lebih detail, dari yang semula hanya ke bidan, kini kami membawa Ihsan ke dokter spesialis anak.
Oleh dokter, kami dirujuk untuk memeriksakan Ihsan ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Di sini dilakukan pemeriksaan seluruh fungsi vital Ihsan yang kala itu baru berusia 2,5 tahun. Dari hasil pemeriksaan kami mendapat kabar jika Ihsan mengalami gangguan CP. Untuk meyakinkan diri, kami pun mencari tahu di internet tentang tanda-tanda CP dan gejala-gejala yang muncul pada Ihsan. Ternyata klop, apa yang saya temukan di internet ternyata ada pada diri Ihsan.
Dokter di RSCM meminta kami untuk memberikan terapi kepada Ihsan. Kami pun memilih melakukan terapi di RSAB Harapan Kita karena lebih dekat dengan tempat tinggal kami di Tangerang. Sempat kami bertanya kembali ke dokter di RSAB Harapan Kita, apakah benar Ihsan mengalami CP. Jawabannya, kemungkinan besar ya karena gejala yang ditunjukkan memperkuat dugaan CP. Motoriknya terganggu, tidak bisa duduk dan berdiri di usi yang sudah lebih dari 2 tahun."
BERGABUNG DENGAN KOMUNITAS "RUMAH CEREBRAL PALSY"
"Kami menyadari bahwa Ihsan sulit menyejajarkan kemampuannya dengan anak yang tumbuh tanpa gangguan. Karena itu, kami tidak mengambil pusing dengan keterlambatan perkembangan Ihsan. Sebaliknya, kemajuan apapun yang dicapai Ihsan akan membuat kami senang. Jika dahulu Ihsan hanya bisa berguling dan tengkurap, saat ini ia sudah bisa duduk dan berdiri sendiri, meski belum bisa berjalan. Apalagi saat ini Ihsan sudah mampu duduk di kelas 2 SD.
Kami terus berusaha memberikan yang terbaik buat Ihsan. Itulah yang membuat kami memutuskan untuk pindah terapi ke daerah Tangerang yang lebih dekat dengan tempat tinggal kami. Ternyata hal ini belum cukup. Supaya tak buang-buang waktu, akhirnya kami memutuskan memanggil terapis ke rumah seminggu dua kali. Terapi yang dilakukan merupakan kelanjutan dari terapi-terapi sebelumnya, yakni terapi neurostructure dan obat untuk menjaga supaya saraf motorik Ihsan berfungsi optimal.
Kami sadar, anak yang mengalami CP seperti Ihsan juga banyak. Karena itu, ketika ada inisiatif dari teman-teman untuk membangun Yayasan Rumah Cerebral Palsy (RCP) tanpa pikir panjang saya bergabung dan menjadi salah satu pendirinya. Kami berharap, nantinya RCP dapat membantu dan membantu anggotanya maupun orangtua lain dalam merawat dan mengasuh anak-anak CP. Kami pun sering mengadakan pertemuan dengan menghadirkan ahli yang memberikan ilmu dan pengetahuan dalam penanganan terbaik anak CP dalam bentuk gathering, home sharing, bahkan perayaan Cerebral Palsy Day. Kami juga berharap pihak Pemerintah memberikan perhatian lebih dengan misalnya membuka sekolah-sekolah khusus anak CP dan membangun sarana umum yang ramah terhadap anak-anak CP."