Riset: Memprediksi Kemampuan Membaca Anak lewat DNA

By Avrizella Quenda, Sabtu, 22 April 2017 | 10:45 WIB
Membacakan cerita membuat anak tenang dan mudah tidur. (Heni Wiradimaja)

Nakita.id - Sebuah penelitian pelopor tentang DNA dari Kings College London telah menemukan hubungan yang signifikan antara skor genetik dan skor membaca pada anak-anak. Secara khusus, mereka menemukan bahwa skor poligenik, angka yang berdasarkan varian gen yang memprediksi sifat dan penyakit membantu menjelaskan 5 persen dari kesenjangan dalam kemampuan membaca anak-anak. Jenis kelamin hanya menyumbang kurang dari satu persen terhadap perbedaan kemampuan membaca anak. 

(Baca juga : Kiat Mudah Mendukung Kebiasaan Membaca Anak

Studi, yang diterbitkan jurnal The Scientific Studies Of Reading, meneliti skor poligenik dari 5.825 anak berusia 7 hingga 14 yang didapat dari Twins Early Development Study (TEDS). Para periset menganalisis sekitar 20.000 varian DNA dan mampu mengidentifikasi urutan genetis yang diasosiasikan dengan prestasi pendidikan. Ketika para peneliti ini memetakan varian-varian DNA tersebut terhadap kemampuan rata-rata anak dalam membaca di rentang usia tersebut — dan menyumbang variabel-variabel seperti kemampuan kognitif dan status sosioekonomik — 5 persen perbedaan dalam kemampuan membaca masih menunjuk pada DNA. 

Ini bukan pertama kali Kings College mengkaji skor poligenik yang berkaitan dengan prestasi akademik. Kajian lain dari rangkaian data TEDS yagn sama yang dipublikasikan Juli tahun lalu, menemukan bahwa skor ini bisa memprediksi hingga 10 persen perbedaan dalam prestasi secara umum dan and memperhatikan bahwa kaitan genetis ini lebih kuat sesuai usia. Satu lagi kajian dari lembaga yang sama menemukan bahwa hingga 60 persen prestasi akademik kemungkinan genetis. 

(Baca juga : Biasakan Anak Membaca, 10 Menit Saja Tiap Hari)

Apakah ini berarti bahwa orang tua dapat mengontrol kinerja akademik anak mereka dalam satu hari? Mungkin. Tapi ada perbedaan besar antara ilmuwan yang memiliki teknologi dan orang normal yang memiliki akses. Solusi terbaik adalah bahwa orang tua harus memberikan gaya pengasuhan agar anak lebih menyukai membaca buku sejak kecil dibandingkan menggunakan teknologi layar sentuh masa kini.