Gara-gara Tak Sanggup Menenangkan Bayinya, Ahli Mesin Ini Pindah Haluan Mendalami Soal Parenting

By Irfan Hasuki, Rabu, 3 Mei 2017 | 04:45 WIB
Penulis Buku (Irfan Hasuki)

Nakita.Id - Apa jadinya kalau ahli mesin pindah haluan menjadi penulis buku-buku parenting? Tentu saja menarik. Ditambah lagi, ada keprihatinan yang dalam di balik perubahan itu. Ida S. Widayanti (47), penulis buku-buku parenting best seller, adalah alumnus Politeknik Institut Teknologi Bandung (Poltek ITB) jurusan Teknik Mesin.  Namun, karena senang menulis, Ida pun mengambil kuliah di Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Jurusan Sastra Indonesia. Setelah lulus pada 1992 dari Poltek ITB, ia diminta mengajar. Jenjang S2 diraihnya pada tahun 2000. Selama bertahun-tahun setelah itu, Ida mengabdi sebagai pengajar di jurusan teknik mesin.

Tanpa disangka, kecintaannya pada dunia permesinan “patah” begitu saja oleh tangisan panjang bayinya yang baru berusia 1 bulan. Itulah momen saat ia merasa gagal menjadi ibu. Ketika itu, tahun 2002, Ida bingung, tidak tahu harus bagaimana untuk menenangkan bayinya yang rewel. “Padahal saya sudah memberinya ASI, menimang-nimang sambil dinyanyikan, tetapi tidak juga berhenti,” kenang istri dari Dadang Kusmayadi (46) ini.

Saat itu ia benar-benar merasa seperti tertampar karena tak memiliki bekal keterampilan dalam hal pengasuhan anak. Beda sekali dengan persiapan yang ia lakukan hingga 8 tahun untuk bisa terjun ke dunia kerja. Jujur, ketika menikah dan memiliki anak ia tak memiliki persiapan sama sekali. Tak ada satupun buku tentang pengasuhan anak yang ia baca, karena minatnya hanya pada buku-buku mengenai teknik permesinan.

Kegagalan mengatasi tangisan buah hatinya itu mendorong Ida untuk mulai membaca-baca buku parenting. “Saya lalu mengalokasikan budget untuk membeli buku parenting setiap bulan, juga ikut berbagai seminar dan workshop parenting,” ujar ibu dari M. Zaidan Feikar (17), Tadzkira Aishahani (15), dan M. Keyvan Rakhshan (9) ini.

ANALOGI BESI

Sejak mendalami seluk beluk parenting, dunia permesinan baginya menjadi sama sekali tidak menarik. Ia pun memutuskan keluar dari pekerjaannya sebagai pengajar. Padahal saat itu ia sudah tercatat sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Meski banyak yang menyayangkan keputusannya, Ida kukuh dengan pendiriannya.

Di sela-sela kegiatan mengasuh anak, Ida lantas mencoba menulis topik-topik seputar parenting yang diperkaya dengan pengalamannya sehari-hari. Sebelumnya, ia memang sudah biasa menulis untuk media, tetapi tentu saja topiknya tak jauh dari permesinan, selain juga topik-topik mengenai lingkungan hidup, peradaban, dan perempuan. "Kini saya hanya menulis tentang keluarga,” kata Ida.

Satu lagi pengalaman yang membuatnya ingin masuk lebih jauh ke bidang parenting, yaitu sejak ikut pertemuan yang diwajibkan oleh pihak sekolah anaknya. "Saya suka karena sebelum anak masuk sekolah, orangtua harus sekolah duluan selama dua minggu,” tuturnya. Dalam pertemuan tersebut ditekankan bahwa pendidikan harus sejalan antara di rumah dengan di sekolah. Jika sekolahnya bagus tetapi di rumah tidak diajarkan hal-hal yang baik, akan percuma.

“Sempat terpikir, kenapa saya tidak kuliah di jurusan psikologi saja dulu,” ujar Ida. Tetapi hal itu ditepisnya karena tak ada kata terlambat untuk belajar. Dengan terus belajar, ilmu akan terus bertambah. Menariknya, latar belakang teknik mesin justru membuat tulisan-tulisannya punya gaya dan nuansa berbeda. “Saya  sering membuat latar belakang tulisan dengan bahasan mesin, seperti membahas tentang hukum Newton, tetapi ujungnya saya membahas tentang anak dan tentang parenting."

Contohnya, ketika ingin menekankan bahwa proses adalah hal yang sangat penting dalam belajar, ia lantas mengambil perumpamaan besi yang dipanaskan. “Ada istilah quenching yakni besi dipanaskan lalu didinginkan dengan sangat cepat. Besi memang semakin keras tetapi rapuh,” kata Ida. "Sebaliknya, besi yang didinginkan dengan perlahan justru lebih kuat. Hal ini juga terjadi pada anak. Jika kita mendidiknya secara instan biasanya hasilnya tidak sebaik pendidikan yang dilakukan secara perlahan dan kontinu. Jadi, apa pun butuh proses."

SENTUHLAH JIWANYA

Saat ini, sudah ada 20 buku yang Ida tulis. “Yang membahas tentang dunia anak dan parenting ada 6,” jelas Ida. Buku Catatan Parenting saat ini sudah berlanjut menjadi 4 seri: Belajar Bahagia Bahagia Belajar, Bahagia Mendidik Mendidik Bahagia, Mendidik Karakter dengan Karakter, dan Anak dari Surga Menuju Surga. Keempat buku ini sudah cetak berulang kali. “Saat ini sudah banyak yang menantikan buku kelima dengan tidak sabar,” ujarnya senang. Dalam bukunya, Ida berpesan sebelum mendidik anak, kita harus mendidik diri kita sendiri dulu. Pesannya mengalir lancar karena ia kerap merekam dialog dengan anak-anaknya yang polos sebagai tulisan.

Kini, Ida cukup sering diminta menjadi pembicara dalam berbagai seminar parenting. Namun, pertemuan dengan banyak orangtua muda sering kali membuatnya miris karena sebagian dari mereka ternyata sangat tidak siap saat berhadapan dengan anaknya. Ia pun cukup terkejut ketika di suatu daerah mendengar ungkapan "di ujung rotan ada emas" yang maksudnya "mendidik harus dengan keras". Ia sendiri sangat meyakini, untuk mengubah manusia bukan dengan menyakiti fisiknya, tetapi sentuhlah jiwanya.

Saat ini, Ida tengah menempuh pendidikan S3 di Jurusan Pendidikan Berbasis Al Quran di Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran (PTIQ) Jakarta. Ia juga mendirikan sekolah Humaira, sekolah berasrama berbasis kerumahtanggaan untuk remaja muslimah yang menekankan program home education. Selain materi akademik, di situ murid-murid juga mendapat pembekalan life skill, soft skill, serta ilmu tahfidz Quran. “Di sekolah ini orangtua dari masing-masing anak bergantian mengajar sesuai dengan keahlian dan kesanggupannya,” ujar Ida yang saat ini juga memimpin redaksi Majalah ESQ. Diharapkan, kata Ida, sekolah ini akan melahirkan perempuan mandiri yang siap menjadi seorang istri dan ibu.