Anak Gemuk Bukan Hanya Akibat Gemar Makan "Fast Food"

By Irene Harris, Rabu, 26 April 2017 | 01:45 WIB
Konsumsi fast food tidak banyak memengaruhi berat badan anak. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Studi dari National Health and Nutrition Examination Survey yang dikeluarkan pada 2015 memaparkan, masalah obesitas yang dialami oleh anak dan remaja ternyata bukan hanya disebabkan oleh pilihan makanan, terutama makanan cepat saji. Menurut studi ini, persentase kalori yang didapat anak usia 2-19 tahun melalui makanan cepat saji tidak banyak memengaruhi pertambahan berat badan mereka.

Hasil survei yang dirilis oleh Centers for Disease Control and Prevention tersebut mengungkapkan, pada 2011-2012 saja sebanyak 34% anak-anak dan remaja berusia 2-19 tahun mengonsumsi makanan cepat saji hampir setiap hari. Hampir 12% anak mendapatkan kurang dari 25% asupan kalori hariannya dari makanan cepat saji. Sementara 12% lainnya mendapatkan 40% asupan kalori hariannya dari makanan cepat saji.

Bila dibandingkan berdasarkan kelompok usianya, anak usia 12-19 tahun mendapatkan asupan kalori dari makanan cepat saji hingga dua kali lipat lebih tinggi daripada anak berusia 2-11 tahun.

Ahli di bidang Obesitas, Pengobatan, dan Nutrisi dari Massachusetts General Hospital, Harvard Medical School, Dr. Fatima Cody Stanford, MPH, MPA, mengatakan bahwa temuan ini cukup mengagetkan. Sebab, jumlah makanan cepat saji tidak memengaruhi berat badan anak. Studi memperlihatkan, anak dengan berat badan kurang atau normal mengonsumsi kalori makanan cepat saji dengan persentase yang sama dengan anak yang overweight. Sementara pada anak yang obesitas, jumlah persentase kalori makanan cepat saji yang disantapnya sedikit lebih banyak.

"Saat bicara soal masalah seperti obesitas, banyak dari kita menyimpulkan penyebab obesitas adalah makanan cepat saji," kata Stanford. "Tapi, sebenarnya obesitas itu gangguan yang bersifat kompleks. Kualitas makanan hanyalah salah satu faktor penyebabnya."

Faktor lainnya, seperti kurangnya aktivitas fisik dan genetik, juga meningkatkan peluang seseorang mengalami obesitas. "Hal inilah yang kurang dapat diantisipasi dengan tepat oleh publik maupun penyedia layanan kesehatan," kata Stanford.

Stanford mengajak untuk tidak hanya berfokus pada masalah makanan dan melakukan pendekatan yang lebih luas. "Misalnya, dengan mencontoh kebiasaan makan anak-anak Asia yang lebih cenderung mengikuti pola makan yang diajarkan oleh orangtuanya. Anak-anak Asia tidak banyak terpengaruh oleh kebiasaan makanan yang sedang populer di luar, seperti makan fast food," kata Stanford.