Nakita.id - Anak yang memiliki sikap optimis dan antusias terhadap segala hal jauh lebih baik dibandingkan dengan anak yang sering pesimis. Anak pesimis memiliki pandangan hidup yang suram sehingga ia sangat menderita. Anak juga akan mengharapkan hal-hal yang salah dan ketika sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi, ia menerimanya tanpa tantangan.
Namun, anak mungkin saja tidak pesimis seperti yang Ibu pikirkan. Mungkin ia hanya mengalami masa-masa sulit di sekolah atau dengan teman-temannya. Untuk mengetahui apakah anak benar-benar pesimis, tanyakan pada diri Ibu dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
(Baca juga : Jangan Kuliahi Anak)
- Apakah anak mudah menangis saat segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana?
- Apakah anak mudah menyerah saat ia mencoba mempelajari keterampilan baru?
- Apakah perubahan dalam rutinitasnya selalu mengakibatkan anak menjadi kesal?
- Saat anak bertengkar dengan temannya, apakah ia butuh waktu lama untuk bisa dihibur?
- Apakah saudara laki-laki dan perempuannya berkomentar bahwa ia selalu mengeluh?
- Saat bermain dengan permainan baru, apakah ia menyerah tanpa benar-benar mencoba?
- Apakah anak mudah menunda komentar negatif dari anak lain atau orang dewasa?
Jika jawaban Ibu "ya" untuk sebagian besar pertanyaan ini, kemungkinan besar anak memang seorang yang pesimis. Itu berarti sudah saatnya Ibu mendorongnya untuk memiliki pandangan yang lebih cerah, memiliki pandangan yang lebih positif tentang dunia di sekitarnya, dan untuk menikmati hidup lebih banyak. Ada banyak hal yang dapat Ibu lakukan untuk membantunya.
(Baca juga : 6 Tip Mudah Mendidik Anak Supaya Optimis)
1. Tekankan kekuatannya
Kurang percaya diri mendasari sikap yang pesimis. Pesimis bukanlah anak yang tidak punya harapan dalam segala hal, hanya saja anak tidak percaya pada kemampuannya dalam mengatasi hambatan kecil. Jadi, ingatkan anak tentang kualitas positifnya, misalnya kepribadiannya yang menyenangkan, sikap peduli terhadap orang lain, suaranya yang indah. Ia mungkin acuh tak acuh, tapi komentar Ibu membuatnya merasa nyaman dengan dirinya sendiri.
2. Ajari anak untuk mencari solusinya
Salah satu akibat ketika seorang anak menerima kekalahan adalah bahwa ia tidak dapat memperoleh solusi atas masalah yang dihadapi dan sebagai hasilnya, rintangan kecil pun menjadi krisis besar. Ketika anak memiliki masalah, duduklah dengannya dan jelajahi semua solusi yang mungkin dapat ditemukan bersama.
(Baca juga : Mengajarkan Anak Bersikap Optimis Harus Dimulai dari Sikap Orangtua)
Bawa anak kepada kebiasaan mencari cara untuk memecahkan masalah dan memberinya banyak cinta dan dukungan. Bila Ibu memiliki perselisihan dengan anak, pasti ada rasa sedih dan menderita. Tapi begitu Ibu mampu menyelesaikan argumen, maka segalanya akan tampak lebih baik. Hal yang sama terjadi saat anak merasa ditolak oleh Ibu atau orang lain. Tentu saja, Ibu harus menegurnya saat anak nakal, tapi usahakan jangan sampai mengembangkan pola omelan menjadi lebih buruk lagi. Anak perlu merasa dihargai.
3. Dorong persahabatan