Ukuran Lingkar Pinggang Lebih Menentukan Kesehatan daripada Berat Badan

By Meisy Billem, Kamis, 4 Mei 2017 | 06:15 WIB
Pinggang ramping lebih penting daripada berat badan turun. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Selama ini, para pakar diet selalu menggunakan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk mengetahui kadar lemak dalam tubuh kita, apakah kita kegemukan atau obesitas. Namun sekarang pengukuran ini dianggap kurang tepat untuk mengindikasikan kondisi kesehatan tubuh. Bukan hanya itu, menjadikan IMT sebagai pedoman bisa membuat dokter memberikan perawatan yang salah.

IMT adalah alat ukur yang menilai keseimbangan berat badan dan tinggi badan. Fakta tersebut membuat para peneliti menganggap IMT sekadar menjadi alat pengukur, dan bukan diagnosa. Padahal, orang yang memiliki ekstra lemak di bagian tubuh tertentu akan membawa lebih banyak masalah, tak peduli mereka kurus atau gemuk.

IMT, yang pertama kali dipopulerkan pada 1970-an, digunakan sebagai cara mengukur lemak tubuh. IMT yang sehat biasanya antara 18,5 dan 24,9. Angka IMT di bawah 18,5 dianggap kurang berat badannya. Sedangkan IMT antara 25 dan 29,9 dikategorikan kelebihan berat badan, dan di atas 30 dianggap obesitas.

Sebuah studi dari Loughborough University di Inggris dan University of Sydney di Australia mengobservasi IMT dari lebih dari 42.700 laki-laki dan perempuan di Inggris selama 10 tahun. Peneliti melihat apakah ada peningkatan risiko kematian bagi orang-orang yang membawa ekstra lemak di bagian tengah tubuh, yang dikenal sebagai obesitas sentral, dibandingkan dengan mereka yang kelebihan lemak di tempat lain.

Mereka mendapati bahwa orang yang memiliki IMT normal tetapi memiliki obesitas sentral (dan karenanya memiliki waist to hip ratio atau rasio pinggang-pinggul yang tinggi) bisa meningkatkan risiko kematian hingga 22 persen. Responden obesitas yang mengidap obesitas sentral juga memiliki peningkatan risiko, tetapi tidak demikian dengan orang yang kelebihan berat badan.

Meski alasannya tidak jelas, para peneliti percaya ada hubungan antara lemak ekstra yang tersimpan di sekitar kaki dan pinggul dengan metabolisme yang sehat. Meskipun IMT berguna dalam memprediksi risiko diabetes dan stroke, tetapi ada beberapa alasan mengapa IMT juga bisa tidak akurat. Salah satunya karena massa otot tidak diperhitungkan.

Oleh karena itu, banyak atlet profesional dianggap memiliki kelebihan berat badan atau obesitas semata-mata berdasarkan status IMT mereka. Padahal mereka memiliki massa otot lebih banyak, yang secara proporsional lebih berat dari lemak. Selain itu, orang-orang dengan IMT di atas rata-rata dapat memiliki tekanan darah dan kadar kolesterol normal. Ini bukan studi pertama yang mempertanyakan manfaat IMT. Tahun 2011, studi dari Journal of American College of Cardiology menemukan bahwa ukuran lingkar pinggang jauh lebih akurat dalam memprediksi kemungkinan pasien jantung meninggal pada usia dini dibandingkan dengan IMT. Sedangkan studi dari The American Journal of Clinical Nutrition pada 2006 menyatakan bahwa rasio pinggang ke pinggul bisa memprediksi kematian dengan lebih tepat, terutama bagi orang-orang yang berusia di atas 75.

Para peneliti dari Universitas Wolverhampton di Inggris mengatakan, metrik pengukuran IMT menyesatkan karena tidak dapat membedakan antara lemak dan otot, padahal otot sebenarnya jauh lebih berat daripada lemak. Tim peneliti lalu menggunakan alat ukur waist to hip ratio, atau rasio (perbandingan) lingkar pinggang dengan lingkar pinggul yang dianggap jauh lebih baik dalam mengetahui kondisi kesehatan seseorang, bahkan dapat mengetahui risiko penyakit jantung pada pria dan wanita.

Perempuan dengan rasio 0,85 atau lebih, dan laki-laki dengan rasio 0,9 atau lebih, menunjukkan tingkat lemak visceral (lemak yang terdapat di bagian perut yang terdalam, melapisi organ-organ dalam perut) yang tinggi. Lemak ini lebih berbahaya, karena bisa memicu penyakit kardiovaskular, diabetes, dan stroke.

Sistem waist to hip ratio, yang dihitung dengan membagi ukuran pinggang dengan akar kuadrat dari tinggi badan seseorang, ditemukan saat dilakukan eksperimen terhadap 4.700 orang untuk menjadi penanda kesehatan kardiometabolik. Profesor Alan Nevill, yang memimpin penelitian dari Universitas Wolverhampton, mengatakan, lemak perut dianggap berbahaya karena membungkus organ vital di sekitar batang tubuh.

Sebagai gambaran, untuk seseorang dengan tinggi 158 cm, lingkar pinggang berukuran 91 cm dianggap tidak sehat, sedangkan orang dengan tinggi badan 185 cm akan dianggap tidak sehat jika lingkar pinggangnya 99 cm.