Agar Bayi Tidak Rewel, Ibu Tidak Boleh Stres

By Dini Felicitas, Selasa, 30 Mei 2017 | 05:30 WIB
Kondisi hati dan pikiran Ibu yang positif akan membuat bayi jarang menangis. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Pernah dengar ungkapan, "Bayi sehat, Ibu bahagia?" Kalau menurut penelitian dari Penn State College of Medicine, ungkapan yang lebih tepat justru sebaliknya: "Ibu bahagia, bayi sehat". Sebab, hasil penelitian para ahli memperlihatkan, kondisi hati dan pikiran Ibu yang positif akan membuat bayinya jarang menangis. Termasuk tangisan tak henti-henti yang bisa terjadi hingga lebih dari tiga jam sehari, yang sering disebut ahli sebagai gangguan kolik.

Riset yang dimuat di jurnal Child: Care, Health and Development ini lebih lanjut memaparkan tiga hal penting yang perlu dicapai, agar bayi terhindar dari kolik:

1. Kebahagiaan ibu dalam pernikahan Hubungan rumah tangga yang harmonis membuat kondisi mental Ibu selama hamil maupun usai bersalin jadi lebih stabil. Riset memaparkan, semakin besar tingkat kebahagiaan Ibu dalam pernikahan dengan pasangan selama dan setelah kehamilan, semakin kecil risiko bayi rewel akibat kolik.

Keharmonisan hubungan dengan pasangan bisa menyelamatkan Ibu dari depresi pascamelahirkan dan membuat bayi jarang menangis. Para ahli belum mengetahui jelas mengapa kedua hal ini bisa saling berhubungan. Namun, menurut Kristen Kjerulff, Profesor di bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat serta peneliti senior studi ini, ada kemungkinan bayi bisa merasakan kebahagiaan yang tercipta antara Ibu dan Ayah, sehingga ia pun lebih jarang menangis. "Atau bisa jadi, karena Ibu merasa bahagia, ia tidak menganggap tangisan bayinya sebagai suatu pertanda buruk, misalnya penyakit kolik," kata Kjerulff.

2. Dukungan dari pasangan dalam merawat bayi Kehadiran Ayah Siaga ternyata bermakna besar bagi Ibu maupun bayi. Riset menyebutkan, Ibu yang didampingi oleh pasangan yang suportif cenderung memiliki bayi dengan risiko kolik yang lebih rendah.

Semakin besar bantuan yang diberikan Ayah saat merawat bayi, semakin besar kehangatan dan kasih sayang yang dicurahkan Ayah pada bayi, semakin jarang bayi mengalami kolik.

3. Dukungan orang-orang terdekat Tinggal di lingkungan sosial yang suportif terhadap Ibu dan bayi, serta kehadiran teman dan anggota keluarga lain dalam proses pengasuhan bayi ternyata tak kalah pentingnya. Riset mencatat, dukungan sosial dari teman dan kerabat memiliki kaitan erat dengan rendahnya risiko kolik pada bayi.

Ibu semakin jarang melaporkan keluhan bayi kolik apabila memiliki seseorang yang bisa memberikan saran seputar mengatasi masalah pribadi, serta bisa menjadi tempat terpercaya untuk berbagi masalah.

Yang menarik dari temuan riset ini, bayi yang diasuh oleh ibu tunggal ternyata punya angka kolik paling rendah. Para ahli menyebutkan, meski dari segi statistik angka ini masih belum signifikan, penting untuk diingat bahwa dukungan sosial masyarakat terhadap ibu tunggal sangat berperan dalam menurunkan angka kolik pada bayi.

"Meski Ibu tidak punya pasangan, ia masih dapat dukungan, perhatian, serta menjalin relasi positif dengan orang-orang sekitarnya. Hal inilah yang membuat kondisi bayi jadi lebih baik," kata Kjerulff. "Cinta bisa mengubah segalanya."

Sementara peneliti lainnya, Chandran Alexander, Asisten Profesor di bidang Kesehatan Anak, Penn State College of Medicine, menambahkan, "Masyarakat seharusnya tidak selalu menyalahkan Ibu sebagai satu-satunya orang yang bertanggung jawab terhadap gangguan kolik yang dialami bayi. Misalnya dengan mengatakan bahwa kolik terjadi akibat Ibu tidak mampu dan tidak percaya diri dalam mengurus bayi." Menyalahkan depresi yang diderita Ibu sebagai penyebab bayi jadi kolik juga bisa jadi beban mental tersendiri bagi Ibu.