5 Mitos Endometriosis Yang Perlu Diluruskan

By Soesanti Harini Hartono, Senin, 5 Juni 2017 | 03:00 WIB
Jika didiagnosisi memiliki endometriosis, cara terbaik untuk meminimalkan kemungkinan infertilitas terkait endometriosis adalah dengan menekan periode haid sampai siap untuk hamil. (Santi Hartono)

Nakita.id - Jika mendengar kata endometriosis, sebagian besar perempuan dewasa pasti mengatakan pernah mendengar, setidaknya satu kali. Banyak yang kemudian menyebutkannya dengan kata yang singkat, yaitu kista.

Pernyataan itu tidak salah namun deskripsi sederhana yang benar menurut Lauren Streicher, MD, Associate Clinical Professor of Obstetrics and Gynecology di  Fakultas Kedokteran Universitas Northwestern, USA, endometriosis  merupakan kondisi di mana jaringan kelenjar yang biasanya melapisi rongga rahim muncul di tempat lain, seperti lapisan panggul, saluran tuba, ovarium, atau usus. “Sangat jarang kelenjar rahim bisa berakhir di tempat yang benar-benar aneh, seperti paru-paru, kandung kemih, atau ginjal.”

Setiap bulan selama menstruasi, jaringan ini merespons perubahan hormon, seperti jaringan yang melapisi rongga rahim. Pada perempuan dengan endometriosis di paru-paru, mereka bahkan siap-siap batuk mengeluarkan darah sebulan sekali.

Baca juga: Pengobatan Endometriosis Fokus Pada Cara Mengatasi Nyeri

Karena jaringan tidak berada di tempat yang seharusnya, berbagai masalah bisa terjadi, seperti jaringan parut, pembengkakan, kista ovarium, hubungan seksual yang menyakitkan, dan rasa sakit pada perut selama masa haid. Tingkat rasa sakit tidak harus berhubungan dengan tingkat keparahan endometriosis. Perempuan yang memiliki sedikit endometriosis bisa saja terkadang paling menderita. Sayangnya, seperti banyak kondisi medis lain, banyak kesalahpahaman yang beredar tentang endometriosis yang perlu kita luruskan;

Mitos 1: Endometriosis Paling Umum pada Perempuan Kaukasia Muda Pada 1970-an dan 80an, kepercayaan medis yang diterima adalah bahwa perempuan kaukasia berisiko paling besar mengalami endometriosis. Menengok ke belakang, bukan berarti perempuan tersebut lebih cenderung memiliki endometriosis, tapi hanya karena mereka lebih mungkin dianggap serius akibat lebih terbuka pada keluhannya. Baru pada tahun 1980-an diketahui bahwa perempuan Afro-Amerika sama berisiko. Kesimpulannya, setiap perempuan yang masih menstruasi dapat memiliki endometriosis, apakah dia berusia 16 tahun atau menjelang menopause. Namun tidak diketahui berapa banyak perempuan yang memiliki endometriosis karena tidak semua orang memiliki gejala yang sama,  dan diagnosisnya tidak dapat dilakukan secara definitif tanpa operasi. Yang kita tahu adalah, 30% perempuan dengan endometriosis memiliki rasa sakit dan ketidaknyamanan lainnya saat haid berlangsung. Beberapa yang cukup parah harus mendapatkan pembedahan untuk meredakan/menghilangkan rasa sakitnya.

Mitos 2: Perempuan Dengan Endometriosis Hanya Memiliki Rasa Sakit Selama Periode Haid-nya. Tidak benar. Sebab, jaringan parut dan pembengkakan dari endometriosis bisa berakibat nyeri panggul setiap saat bagi penderitanya. Dalam sebuah penelitian terhadap perempuan dengan endometriosis diketahui, 45% mengalami nyeri saat bersenggama, 29% mengalami nyeri perut dan mengeluh usus seperti disayat-sayat, dan 69% mengalami nyeri panggul meski tidak menstruasi.

Baca juga: Tidak Benar Nyeri Haid Hilang Setelah Menikah. Waspadai Terjadinya Endometriosis

Mitos 3: Perempuan Dengan Endometriosis Tidak Dapat Menjalani Terapi Estrogen Setelah Menopause Tidak benar! Menjalani terapi hormon (estrogen) untuk menghilangkan gejala menopause tidak akan mengaktifkan kembali endometriosis. Enaknya, perempuan yang telah menderita selama bertahun-tahun akibat endometriosis, tidak perlu menderita hot flashes dan kekeringan vagina begitu penderitaan endometriosis akhirnya berakhir.

Mitos 4: Perempuan Dengan Endometriosis Haid-nya Selalu Lama dan Banyak. Sebenarnya, haid yang banyak dan lama dikaitkan dengan adenomiosis, sepupu endometriosis yang terkadang bergandengan tangan. Pada adenomiosis, kelenjar menyusup ke dinding rahim alih-alih keluar dari rahim. Perempuan dengan endometriosis mungkin mengalami haid sulit, tapi mungkin juga memiliki periode haid yang sangat ringan.

Mitos 5: Perempuan Dengan Endometriosis Biasanya Tidak subur Memang benar bahwa perempuandengan endometriosis berisiko mengalami infertilitas, namun banyak juga perempuan dengan endometriosis tidak mengalami kesulitan untuk hamil. Sebenarnya, banyak perempuan dengan endometriosis bahkan tidak tahu mereka memilikinya. Karena itu, jika diketahui memiliki endometriosis, cara terbaik untuk meminimalkan kemungkinan infertilitas terkait endometriosis adalah dengan menekan periode haid sampai siap untuk hamil. Itu berarti menggunakan kontrasepsi hormonal secara terus menerus (tanpa pil plasebo) atau menggunakan AKDR levonorgestrol. Jangan hentikan kontrasepsi sampai kita siap untuk hamil. Dan jika tidak hamil dalam beberapa bulan, segera temui dokter spesialis kebidanan dan kandungan segera. (*)

Baca juga: Endometriosis Mengurangi Kesuburan Perempuan

Baca juga: Sulit Hamil Karena Endometriosis