nakita.id.- Belum lama ini, tulisan Maureen Salamon di Health Day News melansir sebuah berita hasil penelitian tentang dampak penggunaan smartphone oleh orangtua terhadap anak-anaknya. Pembukaan artikel ini didahului dengan kalimat, “Bisakah smartphone ayah-ibu memicu tantrum?Bisa!”.
Penelitian yang dilakukan di Inggris dan dipublikasikan dalam jurnal Child Development edisi Mei 2017 mengungkapkan, balita yang waktunya bersama orangtua kerap terdistorsi oleh suara smartphone atau tablet orangtuanya, tampak lebih rentan terhadap kesalahan perilaku, seperti merengek, merajuk dan mengamuk.
Lima tahun lalu, Brandon McDaniel, Asisten Profesor Pengembangan Manusia dan Ilmu Pengetahuan Keluarga di Illinois State University menciptakan istilah "technoference" ketika meneliti intrusi teknologi pada interaksi tatap muka dan hubungan. Temuan barunya pada anak-anak dan orangtua memperkuat penelitian sebelumnya yang berfokus pada efek teknologi pada perkembangan anak. “Kita tentu tidak suka dan merasa dilecehkan ketika bersama seseorang, lalu orang tersebut berbicara dengan orang lain tanpa kita lihat sosoknya. Anak-anak juga merasakan yang sama, tapi karena mereka bukan orang dewasa, cara mereka menunjukkannya mungkin dengan sedikit bertindak," katanya. "Kebanyakan orangtua mengaku sangat mencintai anak mereka, tapi sulit bagi anak untuk merasakan cinta itu jika orangtuanya menatap mereka, tapi berbicara dengan orang lain di seberang telepon sana, " tambah Daniel.
Baca juga: Oh Tidak Anak Nakal Karena Orangtua Sibuk Main Gadget
SEMAKIN SERING BUKA TELEPON, SEMAKIN ANAK BERPERILAKU NEGATIF
Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk melihat dampak teknologi pada rutinitas anak-anak. Salah satunya seperti yang dilaporkan oleh Kaiser Family Foundation. Penelitian ini mengungkap, anak-anak berusia 8 hingga 18 tahun menghabiskan sekitar 7,5 jam per hari menggunakan layar – apakah itu layar TV, komputer, ponsel atau perangkat lain - untuk hiburan.
Penelitian ini menyebar pertanyaan melalui survei kepada 168 ibu dan 165 ayah tentang penggunaan smartphone, tablet, laptop dan teknologi lainnya, dan bagaimana perangkat tersebut mengganggu waktu keluarga. Teknoferensi bisa mencakup memeriksa pesan telepon saat makan, bermain atau aktivitas rutin dengan anak-anak mereka.
Orangtua juga diminta untuk menilai seberapa bermasalah perangkat mereka, didasarkan pada seberapa sulitnya mereka merasa bahwa mereka menolak untuk memeriksa pesan dan mengkhawatirkan panggilan dan teks. Peserta studi juga melaporkan seberapa sering perangkat mereka mengalihkan perhatian saat berhubungan dengan anak-anak mereka.
Sekitar 50% orangtua mengatakan bahwa teknologi biasanya mengganggu waktu “relasi orangtua-anak” tiga kali atau lebih dalam sehari, 24% melaporkan dua kali sehari dan 17% melaporkan sekali sehari. Yang menarik, temuan tersebut menunjukkan para ibu menganggap penggunaan telepon mereka lebih bermasalah daripada yang dilakukan ayah.
Mengenai perilaku anak-anak mereka, orangtua menjawab pertanyaan tentang seberapa sering anak-anak mereka merajuk, merengek, menjadi mudah frustrasi, mengamuk atau menunjukkan tanda-tanda kegelisahan dan hiperaktif selama dua bulan sebelumnya. Temuan menunjukkan bahwa jumlah technoference yang sedikit atau tampaknya "normal" dikaitkan dengan lebih banyak masalah perilaku pada anak-anak peserta. Namun, penelitian ini tidak membuktikan adanya hubungan sebab-akibat, hanya mengasosiasikan saja. "Secara teoritis, masuk akal jika campur tangan teknologi mengganggu kualitas parenting, anak-anak akan bereaksi terhadap pola asuh yang lebih buruk," McDaniel menjelaskan. Dia mengatakan mungkin saja orangtua juga "melarikan diri" ke penggunaan teknologi saat anak-anak berperilaku tidak baik.
Susan Neuman, Profesor Pendidikan Anak Usia Dini di New York University memuji hasil penelitian ini. Dia memuji studi tersebut karena menyoroti penggunaan teknologi di pihak orangtua daripada penggunaan anak-anak, yang lebih sering diteliti. "Yang sering saya lihat adalah orangtua sama sekali mengabaikan anak mereka, dan sangat sering hal itu menyebabkan perilaku buruk karena kebutuhan anak-anak jadi tidak terpenuhi, " kata Neuman. "Anak-anak membutuhkan ‘interaksi orangtua-anak’ karena mereka adalah mahluk sosial. Ketika orangtua mengisolasi diri mereka sendiri dengan bermain di telepon mereka, anak-anak tidak mendapatkan kebutuhan dasar manusia, yaitu perhatian di waktu-waktu tertentu."
Neuman mengatakan bahwa menetapkan peraturan untuk penggunaan teknologi keluarga sering kali tidak efektif. Tapi orangtua seharusnya menyisihkan waktu-waktu penting setiap hari , seperti saat makan, saat anak-anak sedang bersiap untuk sekolah, dan waktu tidur, - untuk benar-benar menghindari penggunaan teknologi dan sepenuhnya berinteraksi dengan anak-anak mereka.
McDaniel menambahkan, “Kita semua memiliki perangkat ini bersama kita sepanjang waktu sekarang dan seharusnya tidak merasa bersalah karenanya. Tapi kita benar-benar perlu sedikit memerhatikan seberapa sering kita mengeluarkan ponsel kita saat kita berada di sekitar anak kecil karena, paling tidak, itu terkait dengan perilaku mereka." (*)