Nakita.id.- Menurut Endang Fourianalistyawati, M. Psi, Dosen dan Psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas YARSI, Jakarta, keusilan batita merupakan hal yang wajar dan masih ditolerir jika hal tersebut tidak membahayakan dirinya dan lingkungan.
Kondisi yang membahayakan tersebut biasanya terkait dengan listrik, api, daerah yang rawan kecelakaan seperti tepi sungai atau jalan, dan sebagainya. Jika sudah menyangkut keselamatan, maka orangtua perlu segera menghentikan. Endang menambahkan, "Hal lain yang perlu diperhatikan adalah jika keusilan batita berhubungan dengan norma kesopanan dan tata krama setempat, sebaiknya orangtua juga segera memberitahu si kecil untuk menghentikan keusilannya."
Baca juga: Ini Jawabannya Mengapa Batita Suka Usil
Ya, meskipun keusilan mengindikasi kemajuan kognitif dan kreativitas, batita yang usil memang tetap memerlukan arahan dari keluarga, agar keusilannya tidak berlanjut menjadi hal-hal yang diinginkan, bahkan membahayakan si anak. Contohnya, jika usil yang sifatnya membahayakan anak didiamkan, maka dapat menjurus pada hal-hal yang justru kontraproduktif untuk anak.
Selain terkena bahaya, misalnya, anak berpotensi dijauhi oleh teman-teman dan lingkungan yang merasa terganggu oleh perilakunya. Bila hal ini terjadi, menurut Endang, anak justru akan semakin mengembangkan sikap usil yang mengarah pada egois. Orangtua tentu tak ingin buah hatinya mengalami hal ini, bukan? Seperti dijelaskan Endang yang termuat di Tabloid Nakita 846, mengatasi keusilan batita perlu melihat penyebabnya dulu. Berikut penyebab dan solusinya;
- Jika keusilannya disebabkan oleh kreativitas yang tinggi, orangtua dapat memberikan reward berupa pujian dan pelukan pada anak, sekaligus memberikan pengertian dan pemahaman bahwa hal tersebut perlu dilakukan dengan tetap memerhatikan apakah lingkungan merasa nyaman atau tidak. Bukalah percakapan dengan batita, dan ajak ia melihat dari sisi orang yang diusilinya, misalnya si kakak. Misalnya, Kakak tengah membangun balok, eh, baru ditinggal sebentar Adek sudah menambahkan beberapa balok yang intinya mengubah “rancangan” Kakak. Orangtua bisa memujinya, tapi juga menyarankan untuk meminta izin terlebih dulu pada Kakak. "Biasanya jika adik dan kakak saling usil, lebih dikarenakan salah satu dari mereka sedang tidak ada kesibukan dan berusaha mencari perhatian saudaranya. Atau sebagai perwujudan rasa gemas. Atau bisa jadi orangtua sedang lebih fokus memerhatikan kakak atau adik, sehingga saudaranya yang tidak diperhatikan akan mencari perhatian dengan membuat keributan," papar Endang.
- Bagi anak yang usil karena “kurang kesibukan”, orangtua dapat membantu mengarahkan energi mereka dengan melakukan berbagai kegiatan yang juga menguras energi dan positif, seperti berolahraga, menari, dan lain-lain. Atau, lakukan kegiatan baru yang menantang si kecil dan membuatnya sibuk mempelajari hal-hal baru tersebut.
- Jika karena si adik merasa gemas, sebagai ungkapan sayang kepada kakaknya, orangtua dapat mencontohkan bagaimana cara menunjukkan rasa suka dan gemas tanpa harus melakukan keusilan. Dalam hal ini, orangtua diharapkan dapat bersikap netral dan menunjukkan kenetralan tersebut dengan tetap berfokus pada perilaku usil yang baru saja dilakukan. Berikan penjelasan sederhana kepada kedua belah pihak, mengapa hal tersebut seharusnya tidak dilakukan. Jika orangtua tidak dapat menjaga kenetralan dan tidak dapat menengahi situasi dengan baik, justru dapat timbul dampak negatif berupa kecemburuan dari anak yang baru saja berbuat usil.
- Jika perilaku usil terjadi karena si adik butuh teman, orangtua dapat mengajarkan bagaimana mengajak kakak atau teman lainnya untuk bermain dengan si adik. Ajarkan kepada anak untuk bekerja sama dengan baik dalam bermain, saling berbagi, dan menjaga mainan yang digunakan. Orangtua juga dapat membantu dengan membuatkan sebuah permainan yang menarik. Ingat, keusilan sering terjadi karena anak tidak tahu harus melakukan apa, sehingga ia cenderung "mengganggu".
PERLU DIKOREKSI
Jangan lupa bahwa orangtua perlu mengingatkan si kecil segera setelah ia melakukan tindakan usil. Tujuannya agar anak dapat mengaitkan peringatan orangtuanya dengan tindakan usil yang baru dilakukan. Dengan demikian ia akan lebih mudah mengoreksi sikap dan perilakunya tersebut. "Yang paling penting, orangtua perlu mempelajari bagaimana cara berkomunikasi dengan anak yang efektif, agar dapat dicarikan solusi dengan cepat dan tepat saat anak melakukan keusilan tersebut," ujar Endang.
Orangtua sebaiknya tidak melakukan perbuatan yang tidak baik--memukul atau mencubit--dalam mengingatkan anak yang bersikap usil. Jadi, yang paling utama adalah mengingatkan anak dengan penuh rasa kasih sayang, dengan cara yang juga santun, sehingga anak tidak merasa dihakimi dan dapat terus belajar mengembangkan kemampuan bersosialisasi. (*)