Ayah Masa Kini Resah Membagi Waktu antara Keluarga dan Karier

By Dini Felicitas, Senin, 7 Agustus 2017 | 04:45 WIB
Para ayah saat ini juga stres membagi waktu antara karier dan keluarga. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Para ayah, yang selalu disebut sebagai pencari nafkah, kadang dianggap sebagai sosok yang tidak terlalu peduli dengan urusan keluarga dan hanya fokus bekerja. Namun, penelitian terbaru menghasilkan fakta yang cukup mengejutkan. Ayah ternyata juga bisa merasa stres dalam menyeimbangkan kehidupan keluarga dan kariernya. Sama halnya dengan para ibu yang selama ini dihadapkan dengan peran gandanya.

Penelitian yang dilakukan oleh psikolog asal Amerika Serikat, Profesor Kristen Shockley, ini menyebutkan bahwa ayah merasa stres karena harus menjaga keseimbangan dalam kehidupan keluarga dan pekerjaan. Namun, mereka cenderung enggan membicarakan dengan orang lain karena takut dianggap tidak jantan atau tidak maskulin.

“Kami pada dasarnya menemukan bukti adanya sedikit perbedaan antara perempuan dan laki-laki mengenai sejauh mana tingkat konflik antara keluarga dan pekerjaan yang mereka rasakan. Ini sangat bertentangan dengan persepsi masyarakat umum,” jelas psikolog dari University of Georgia ini.

Penelitian ini menyoroti bahayanya stereotip gender yang dialami oleh para ayah. Para ahli memeringatkan bahaya yang dapat terjadi jika mereka tidak bisa mengekspresikan diri mereka atau mencari dukungan mental dari orang lain.   Pada penelitian sebelumnya telah ditemukan bukti bahwa pria sering merasa tidak nyaman mendiskusikan masalah pekerjaan dan keluarga karena takut dicap jelek, mengancam sisi kejantanannya, atau berdampak negatif terhadap karier mereka. Profesor Shockley mengatakan, pria mungkin merasa lebih terbuka saat mendiskusikan konflik tersebut dalam survei rahasia dan anonim, seperti metode yang dia gunakan untuk studinya.

"Saya pikir ini sangat merugikan para pria. Mereka diam-diam berjuang dan mengalami konflik di dunia kerja dan keluarga yang sama, namun tidak ada yang mengakuinya," katanya.

Tim penelitian ini menghabiskan waktu beberapa tahun untuk memeriksa temuan pada lebih dari 350 studi yang dilakukan sebelumnya selama tiga dekade, yang melibatkan lebih dari 250.000 peserta dari seluruh dunia.

Harus Ada Aturan yang Menguntungkan Profesor Shockley menjelaskan, meskipun ayah dan ibu mengalami konflik antara pekerjaan dan keluarga yang sama, mereka mungkin melihatnya secara berbeda. Perempuan bisa merasa bersalah dengan adanya konflik tersebut, karena dalam pandangan masyarakat, tugasnya adalah sebagai pengasuh keluarga.

Sedangkan seorang ayah dianggap sebagai pencari nafkah utama, sehingga mereka mungkin merasa sudah memenuhi tanggung jawab keluarga dengan bekerja. Itu sebabnya konflik semacam itu tidak terlalu menimbulkan rasa bersalah.

Namun dalam beberapa tahun terakhir sudah semakin banyak ayah yang memilih bekerja dari rumah, sementara para ibu kembali bekerja setelah melahirkan. Tidak heran, studi yang dilakukan oleh Pew Research Center menyebutkan bahwa saat ini ayah cenderung merasakan bahwa masalah pengasuhan anak sangat penting bagi mereka.

Menurut Profesor Shockley, perusahaan dan pemerintah harus memberikan dukungan lebih besar dalam menentukan kebijakan yang menguntungkan perempuan dan laki-laki, seperti pengaturan kerja yang fleksibel, cuti hamil dan cuti melahirkan. Ayah juga seharusnya mendapatkan jatah cuti melahirkan karena sebuah penelitian membuktikan ikatan ayah-bayi memiliki manfaat positif jangka panjang untuk anak-anak.