Tidak Ada Anak Bodoh, Tiap Anak Akan Punya Prestasi Bila Punya Motivasi

By Saeful Imam, Jumat, 11 Agustus 2017 | 00:30 WIB
Setiap anak adalah juara (Saeful Imam)

Nakita.id - Banyak yang menganggap kepintaran adalah faktor bawaan, sebuah warisan dari kedua orangtua yang juga berotak encer.

Kalau ini jadi acuan, mengapa ada naak jenius dengan berbagai penghargaan olimpiade lahir dari kedua orangtua yang buta huruf, mengapa peraih  nilai ujian nasional tertinggi di tanah air didapat dari anak yang orangtuanya petani sederhana di sebuah pelosok desa?

Memang anggapan kecerdasan dari turunan itu tidak sepenuhnya keliru karena keluarga berperan juga dalam menjadikan anak cerdas. 

Namun, asal tahu saja, faktor lingkungan juga berperan besar dalam menjadikan anak yang smart. 

Demikian juga dengan faktor motivasi, baik motivasi dari orangtua maupun motivasi dari diri sendiri si anak menjadikannya sukses dan berprestasi. 

Hal lain yang perlu diingat, kecerdasan itu tidak sederhana. 

Bila kita bertanya, "Apakah anak saya cerdas?", sebenarnya jawabannya bukan cuma menyangkut soal IQ  (intelligence Quotion).
 
Definisi kecerdasaan sekarang ini sudah berkembang. 
Sebenarnya, ada berbagai jenis kecerdasan.
Renzeeli, seorang pakar kecerdasan, berpendapat, kecerdasan anak berkaitan dengan tiga hal, yaitu kemampuan umum, kreativitas, dan motivasi diri terhadap tugas.
 
Ketiganya sangat penting. Sebab, meski seseorang punya potensi intelektual dan kreativitas sangat tinggi, tapi bila dalam menghadapi masalah atau tugas kurang menunjukkan motivasi, maka akan kurang berhasil.
 
Tapi mereka yang memiliki kemampuan dan kreativitas sedang-sedang saja namun punya motivasi di atas rata-rata, maka dia adalah anak yang berpotensi. 
 
Pakar lain, Manks, menambahkan, lingkungan merupakan faktor pendukung penting bagi kecerdasan anak.
 
Lingkungan yang dimaksud adalah keluarga, tempat di mana pada 5 tahun pertama anak menghabiskan dan melalui masa kritis perkembangannya.
 
Baru kemudian lingkungan sekolah dan teman sebaya. Ini juga amat penting karena pengaruhnya bisa sangat besar, terutama di saat remaja. 
 
Sedangkan pakar lainnya, Czeizel, memasukkan 4 jenis kategori tentang kecerdasan anak.
 
Selain kecerdasan umum, kreativitas, masih ditambah dengan kemampuan mental khusus yaitu kemampuan bakat dalam salah satu bidang.
Entah olahraga, seni, atau keilmuan.  
 
Czeizel pun menekankan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keempat jenis kecerdasan tersebut.
 
Lingkungan tersebut adalah keluarga, sekolah, masyarakat, dan teman sebaya. Menariknya, Czeizel juga menambahkan faktor keberuntungan sebagai penentu sukses-tidaknya seseorang.
 
IQ BUKAN SEGALANYA
 Terlepas dari tori-teori tadi, hal terpenting dalam rangka merangsang kecerdasan anak adalah melihat kemampuan anak.
Anak dengan potensi kecerdasan tinggi, biasanya akan cepat menangkap apa yang diajarkan karena memang daya ingatnya kuat.
Diberi tahu secara verbal saja, si kecil sudah bisa mengerti.
Sementara anak yang potensi kecerdasannya lambat, perlu lebih banyak waktu dan harus disertai contoh berulang kali. 
 
Yang patut diketahui, ukuran kecerdasan, seperti IQ,  sebenarnya tak begitu penting.
Jadi, jangan bangga dulu jika anak ber-IQ tinggi tapi lalu lupa untuk terus merangsang anak.
Atau sebaliknya, orang tua malah sedih karena menganggap anaknya tak cerdas padahal mungkin saja belum diasah secara optimal. 
Yang lebih penting, bagaimana orang tua mengetahui potensi kecerdasan anaknya, lalu berupaya membuat anaknya jadi cerdas.
Apalagi, semua anak memiliki potensi cerdas. Hanya memang, tak semua anak dikaruniai kecerdasan yang sama.
Tiap individu punya kapasitas masing-masing yang sudah terberikan dan harus dirangsang serta diasah agar optimal. 
 
Ingat, kecerdasan dipengaruhi nature dan nurture (faktor bawaan dan lingkungan).
Jadi, kecerdasan tak muncul begitu saja tapi harus melalui pendidikan.
Itu sebabnya, peran lingkungan, baik rumah dan sekolah sangat besar.
Tentu saja merangsangnya jangan hanya dari satu aspek, tapi secara keseluruhan.
Kita pun harus pandai-pandai melakukan pendekatan pada anak karena tiap anak adalah unik.
Ada anak yang tak bisa dikerasi, ada pula yang mesti dikerasi, dan seterusnya.
Jadi, kenali dengan baik karakter masing-masing anak.
Caranya, bisa dari media, pengalaman orang lain, dan sebagainya yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 
 
HARUS INTERAKTIF
Rumah merupakan lingkungan pertama yang berperan terhadap kecerdasan anak, sementara sekolah adalah rumah kedua.
Karena itulah, selain sebagai tempat transfer of knowledge atau transfer of skills, sekolah juga merupakan tempat transfer of value.
Jadi, yang dipindahkan pada anak tak hanya pengetahuan atau keterampilan saja, tapi juga nilai-nilai kehidupan seperti baik-buruk, halal-haram, kurang ajar-sopan. Apalagi di usia balita, anak harus sudah mulai dikenalkan dan ditanamkan nilai-nilai positif. 
 
Tentu saja ini tak hanya dilakukan satu arah melainkan dengan kegiatan yang bersifat interaktif.
Orangtua hendaknya harus jadi orang yang terus aktif dan interaktif dalam merangsang anak untuk terus berpikir, hingga terangsanglah kecerdasan akal serta emosinya.
 
Jangan lupa berikan motivasi agar anak bisa membangun prestasinya. 
Tanyakan pada anak, apa cita-citanya, mulai yang jangka pendek hingga jangka panjang, lalu bagaimana anak bisa mencapainya.
Misal, jangka pendek, ingin bisa menguasai perkalian, masuk SD favorit, bisa juara kelas, dan lain-lain. Jangka panjang menjadi altlet, pengacara, dan lain-lain.  
 
Kalau orang tuanya pasif saja, bagaimana mungkin anak bisa tumbuh cerdas? Bukan begitu, Bu-Pak?