7 Hal Konyol yang Sering Jadi Bahan Pertengkaran Orangtua Baru

By Dini Felicitas, Rabu, 30 Agustus 2017 | 00:30 WIB
Apa yang biasanya menjadi bahan pertengkaran orangtua baru? (Dini Felicitas)

Nakita.id - Kebahagiaan menjadi orangtua datang seiring dengan berbagai tantangan yang tidak mudah untuk dijalani. Tidak heran bila Ibu dan Ayah pun bisa sering bertengkar di masa-masa awal menjadi orangtua. Bukannya karena hubungan yang tidak harmonis lagi, melainkan karena Ibu dan Ayah sama-sama kewalahan dalam menjalankan peran baru sebagai orangtua.

Apa saja, sih, yang sering jadi bahan pertengkaran Ibu dan Ayah baru? Biasanya berkaitan dengan pengasuhan anak. Tapi, tidak jarang juga hal-hal kecil bisa jadi pemicu pertengkaran, seperti siapa yang lupa menutup pintu kulkas. Kesannya konyol, ya? Nah, berikut ini adalah beberapa hal konyol lainnya yang juga sering jadi bahan pertengkaran Ibu dan Ayah baru di rumah:

1. Siapa yang paling kurang tidur Ibu sering merasa kesal saat terbangun di tengah malam karena si Kecil yang baru lahir menangis, sementara Ayah tetap terlelap tanpa terganggu suara tangisan? Sebenarnya, hal sebaliknya juga dirasakan Ayah ketika dialah yang terbangun oleh tangisan bayi.

Masalahnya, setiap orang pasti menganggap dirinya yang paling sering terjaga di tengah malam. Supaya tidak jadi bahan pertengkaran, Ibu dan Ayah bisa janjian untuk berjaga secara bergantian. Jadi, tidak ada lagi yang merasa paling kurang tidur.

2. Siapa yang paling sering ganti popok bayi Membersihkan kotoran bayi bukanlah hal yang menyenangkan, serta butuh waktu dan kesabaran yang tinggi. Belum lagi jika popok si Kecil ternyata sangat kotor. Sementara itu, Ibu dan Ayah sebenarnya sedang melakukan hal lain, misalnya sedang makan atau asyik menonton televisi. Di sinilah perdebatan dimulai. Setiap orang ingin istirahat sebentar atau menikmati apa yang sedang dilakukannya, dan setiap orang pun merasa dialah yang terakhir menggantikan popok si Kecil.

3. Masalah kesehatan dan keamanan Pengalaman punya anak pertama biasanya membuat Ibu selalu dihantui oleh rasa takut yang tidak masuk akal. Segala hal pun dianggap bisa membahayakan si Kecil. Mulai dari mainan yang bersuara keras hingga sisir rambut bayi. Masalahnya, Ayah mungkin tidak sependapat soal aturan kesehatan dan keamanan yang Ibu terapkan. Hasilnya, pertengkaran pun tidak terhindarkan.

4.  Cara menjadi orangtua yang baik Memang, menjadi pasangan Ibu dan Ayah bukan berarti selalu sepakat dalam segala hal. Masalahnya, terkadang Ibu merasa tidak pernah sepakat dengan Ayah dalam hal apa pun. Ada begitu banyak artikel di internet, buku bacaan, hingga seminar yang telah Ibu ikuti untuk belajar menjadi orangtua yang baik. Tapi, bagaimana jika ternyata Ibu dan Ayah punya pandangan berbeda seputar cara menjadi orang tua yang baik? Hari-hari pun bisa diisi dengan perdebatan tiada henti dan sepertinya tidak ada satu pihak pun yang keluar jadi pemenang.

5. Kapan ada waktu bercinta? Kesibukan menjadi orangtua membuat keintiman di tempat tidur pun menjadi prioritas kesekian. Pada akhirnya, ini bisa jadi topik pertengkaran sendiri: siapa yang ingin dan siapa yang tidak ingin. Atau, sebenarnya semua pihak ingin tetapi tidak punya waktu karena sibuk mengurus bayi. Sampai akhirnya Ibu dan Ayah punya kesempatan untuk bercinta, pertengkaran ini tidak ada selesainya.

6. Orangtua masing-masing Hubungan dengan para kakek-nenek, baik dari pihak Ibu maupun Ayah, bisa mengundang dilema tersendiri. Ketika sang Nenek datang menginap berhari-hari untuk bisa melihat cucu pertamanya, hubungan Ibu dan Ayah pun jadi runyam. Ketika sang kakek dari pihak lain terlihat tidak begitu antusias akan kelahiran si bayi, Ibu dan Ayah pun jadi bersitegang. Begitu juga ketika kakek-nenek dari pihak Ibu tampaknya lebih mendominasi si Kecil dibandingkan dari pihak Ayah. Masalah yang berkaitan dengan kakek-nenek bisa jadi sangat merepotkan dan jadi pemicu pertengkaran, karena sulit untuk menyeimbangkan antara kedua belah pihak.

7. Pakaian si Kecil Memakaikan baju bayi mungkin adalah pekerjaan paling sulit di dunia. Tubuhnya masih begitu rapuh, kulitnya masih sangat halus, dan kepalanya lebih besar daripada lubang kerah bajunya. Ibu mungkin butuh waktu sekitar 20 menit sendiri untuk memakaikan baju pada si bayi, dan dalam sehari Ibu bisa mengganti bajunya hingga berkali-kali. Ketika melihat Ayah tampak begitu canggung saat memakaikan baju pada si Kecil, tentu saja Ibu bisa emosi. Apalagi jika pilihan bajunya tidak sesuai dengan selera Ibu. Sementara Ayah pun bisa jadi tidak sabaran jika Ibu menghabiskan waktu terlalu lama memilih baju bayi, atau karena Ibu berkali-kali mengganti bajunya (padahal bajunya belum kotor, pikir Ayah).  

Masa-masa penuh perdebatan ini tidak menyenangkan. Tetapi, seiring dengan waktu, ketika Ibu dan Ayah cukup tidur, telah terbiasa dengan irama hidup yang baru bersama si Kecil, pertengkaran ini akan semakin berkurang.