Nakita.id - Walau menyeramkan, komplikasi yang ditimbulkan dari melonjaknya tekanan darah saat hamil masih bisa dikontrol, sehingga ibu dan bayi tetap bisa sehat dan normal.
Untuk mengontrol tekanan darah tinggi pada ibu hamil perlu kerja sama tim yang kompak, si ibu sendiri, keluarga, serta dokter atau petugas medis. Karenanya, tak heran bila penyanyi lulusan Indonesia Idol pertama, Winda Viska (33), langsung mendapatkan pengawasan saksama dari suami, sang bunda, juga dokter, setelah dirinya yang tengah hamil 36 minggu terdeteksi mengalami hipertensi.
Kondisi Serius
The American Pregnancy Association menyatakan dalam situs resminya, tekanan darah tinggi pada kehamilan merupakan kondisi serius yang perlu diwaspadai. Terutama pada ibu yang memiliki hipertensi kronis, yaitu kondisi tekanan darah tinggi yang sudah terjadi sebelum kehamilan. Gejalanya adalah tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg, terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, dan berlanjut terus selama 12 minggu setelah melahirkan.
Jika Ibu didiagnosis memiliki hipertensi kronis sebelum hamil, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter sebelum merencanakan kehamilan. Pasalnya, obat-obatan tertentu untuk mengatasi hipertensi, ternyata tidak aman bagi kehamilan alias dapat membahayakan janin. Selain itu, selama kehamilan, hipertensi kronis dapat memburuk. Apalagi kalau memiliki faktor risiko preeklamsia. Jika hal ini terjadi, kehamilan dapat mengalami komplikasi, seperti gagal jantung kongestif, stroke, kejang, dan gangguan pada ginjal atau hati. Sementara janin Ibu akan terganggu tumbuh-kembangnya, berisiko mengalami masalah pernapasan sebelum atau saat persalinan, mendapat risiko lebih tinggi terjadinya placental abruption (plasenta memisahkan dari rahim sebelum persalinan), serta kemungkinan efek samping dari obat yang dikonsumsi.
Faktor Keturunan
Tekanan darah tinggi yang muncul setelah usia kehamilan 20 minggu dan hilang setelah melahirkan, disebut hipertensi gestasional. Hipertensi inilah yang dialami Winda Viska. Menurut The American Pregnancy Association, sekitar 6—8% bumil mengalami kondisi ini.
Perempuan yang mungkin memiliki peningkatan risiko hipertensi gestasional adalah ibu yang hamil pertama kali, memiliki ibu dan saudara perempuan yang mengalami hipertensi gestasional, bumil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun, serta perempuan yang memiliki hipertensi atau penyakit ginjal sebelum kehamilan.
Berat Bayi Lahir Rendah
Pengobatan hipertensi gestasional bergantung pada seberapa dekat dengan HPL (hari perkiraan lahir). Jika dekat dengan HPL, ibu dan janin berkembang dengan normal serta sudah siap lahir, dokter mungkin akan menyarankan untuk melahirkan sesegera mungkin. Tapi bila memiliki hipertensi ringan, belum mendekati HPL, dan janin belum siap lahir, menurut The American Pregnancy Association, kemungkinan dokter akan merekomendasikan untuk mengurangi konsumsi garam, minum 8 gelas air sehari, serta berbaring pada sisi kiri untuk mengurangi beban bayi pada pembuluh darah utama.
Harus dicatat, hipertensi gestasional dapat berdampak pada janin, yakni mencegah plasenta mendapatkan darah yang cukup, sehingga janin akan kekurangan oksigen dan makanan. Hal ini dapat mengakibatkan BBLR (berat bayi lahir rendah). Jika hipertensi parah, dapat menyebabkan preeklamsia yang dampaknya jauh lebih serius pada Ibu dan bayi, bila tak segera ditangani. Baik hipertensi kronis maupun hipertensi gestasional dapat menyebabkan preeklamsia setelah usia kehamilan 20 minggu. Selain tekanan darah yang tinggi, gejalanya adalah terdapat protein dalam urine.