Echa, si Princess Aurora-The Sleeping Beauty dari Banjarmasin

By je, Jumat, 3 November 2017 | 09:15 WIB
Anak tertidur panjang yang akhirnya bangun (Gisela Niken)

Nakita.id - Menurut laporan kompas.com (25/10), Siti Raisa Miranda (13) alias Echa telah menjadi seperti Putri Aurora dalam kisah "Sleeping Beauty" produksi Walt Disney, karena tidur selama 13 hari berturut-turut, bangun hanya makan minum, dan ke toliet saja.

Kondisi ini dalam kurun waktu 1967 hingga 2004 hanya dialami oleh 186 orang di dunia. Dalam dunia medis disebut sindrom Kleine-Levin alias sindrom putri tidur dan umumnya dialami perempuan. Sindrom Kleine-Levin paling mudah dikenali dengan waktu tidur sangat lama. Penderita bisa bangun tiba-tiba untuk makan dan ekskresi, tetapi akan tidur lagi. Di akhir masa tidur, lumrah terjadi insomia dalam waktu singkat.

Nah, apa yang dialami anak asal Kalimantan ini, Echa, memang menyerupai sindrom Klein Levine. Echa pernah tidur selama hampir 2 minggu, bangun untuk sekadar makan dan buang air, serta pernah mengalami insomnia ekstrem, tidak tidur selama 3 hari berturut-turut. Akan tetapi, masih butuh waktu untuk diagnosis, apakah Echa mengalami sindrome Kleine-Levin atau bukan.

Penting diketahui, seseorang tidur dalam waktu lama bisa saja karena ada sesuatu di otaknya, misalnya, ada tumor di otak yang letaknya di area yang mengatur tidur. Selain itu, seseorang yang mengalami depresi pun bisa tidur lama, tetapi biasanya tak selama orang yang mengalami sindrom Kleine Levin. Jadi, untuk kasus Echa, kemungkinan depresi ekstrem bisa dihapus dari daftar dugaan.

Untuk memastikan kenapa Siti Raisa Miranda (13) alias Echa bisa tisdur sangat lama, perlu dilakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan CT Scan. Tujuannya adalah memastikan ada tidaknya kelainan, seperti tumor di otak. Jika penyebabnya adalah sindrom Kleine-Levin, maka saat di MRI, otaknya akan bersih.

Yang jelas, upaya memastikan seseorang mengalami sindrom Kleine Levi harus dilakukan dengan investigasi pengalaman. Tidak ada langkah klinis, seperti tes darah, hormon, ataupun genetik, untuk memastikannya. Pemeriksaan seperti MRI dan EEG (Electroencephalogram) hanya bertujuan menghapus kemungkinan lain.

Menurut International Classification of Sleep Disorders, seseorang dikatakan mengalami Kleine Levin bila mengalami tidur 2--4 minggu, kambuh beberapa kali, dengan periode antar-kambuh antara bulan hingga tahun, dan diagnosisnya tidak bisa diterangkan dengan penyakit saraf lain.

Selain itu, untuk bisa dikatakan Kleine Levin, hipersomnia atau tidur berlebihan juga harus disertai satu di antara empat gejala, yaitu gangguan mood dan kognisi, megaphagia atau makan berlebihan, hasrat seksual yang berlebihan, serta ekspresi tak normal seperti agresif dan sensitif berlebihan.

Penting diketahui, seseorang yang mengalami Kleine Levin akan menjadi tersinggung, lesu, dan apatis. Pun sering mengalami kebingungan dan halusinasi. Gejala siklus dapat dialami dalam hitungan minggu bahkan sampai ke bulan diselingi oleh gejala-bebas dalam hitungan minggu atau bulan bahkan sampai tahun.

Selama episode Kleine Levin, penderita sering menghabiskan 18 jam untuk tidur dalam. Gejala lain adalah perubahan mental saat terjadinya serangan. Penderita sulit untuk bangun dari tidur dan mudah marah atau agresif ketika dicegah untuk tidur. Penderita juga sering menunjukkan penurunan kognitif dan dapat menunjukkan kebingungan, amnesia, halusinasi, delusi, atau mengalami keadaan seperti mimpi.

Sekitar 75% dari pasien mengalami perubahan dalam perilaku makan selama serangan timbul, dengan mayoritas menunjukkan megaphagia atau banyak makan.  Laporan menggambarkan, pasien akan makan apa pun yang diletakkan di depannya tanpa memilih untuk disantapnya, sehingga cenderung mengonsumsi makanan berlebihan. 

Hampir setengah dari pasien Kleine Levin juga mengalami semacam perilaku hiperseksual saat serangan, gangguan pergaulan, dan masturbasi. Perilaku hiperseksual lebih umum terjadi pada laki-laki daripada perempuan.