Bayi Lahir Prematur Berisiko Mengalami Kebutaan

By , Senin, 20 November 2017 | 13:45 WIB
JAK-ROP (je)

Nakita-id - Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2010 berjudul Born Too Soon, The Global Action Report on Preterm Birth, menempatkan Indonesia diurutan 5 negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di dunia.

Jika demikian adanya, berarti calon generasi penerus bangsa Indonesia sangat banyak yang rentan mengalami kebutaan. Menurut Dr. dr. Crerezna Heriawan Soejono, Sp.PD-KGer, Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, saat peluncuran program JAK-ROP (17/10), di RSCM Kirana, Jakarta,  saat ini sekitar 4,5 juta anak di Indonesia 30% lahir prematur, dan berisiko terkena ROP, “Menangani kasus ROP harus sedini mungkin, supaya tidak terjadi kebutaan. Jika tidak, maka tidak bisa tertolong.”

Baca juga: Penyebab Iritasi Mata pada Anak Serta Solusinya

Jika seorang anak mengalami kebutaan, maka kesempatan untuk menjadi penerus bangsa unggulan sirna, dan biaya yang harus dikeluarkan untuk si anak menjadi beban negara, juga orangtua, yang jumlahnya tidak sedikit, bisa mencapai 14.03 milyar.

Menurut Prof. Dr. Rita S. Sitorus, Sp.M(K), Ph.D, Pakar Kesehatan Mata Anak RSCM, Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Mata Universitas Indonesia, “Data global melaporkan setiap menit satu anak mengalami kebutaan. Kebutaan pada anak menyebabkan peningkatan beban ekonomi, karena masa kebutaan anak jauh lebih lama dibandingkan dewasa. Bebannya bisa mencapai 23 kali lipat dibandingkan kebutaan akibat katarak pada orang dewasa.” Sedihnya lagi, papar Prof. Rita, di acara yang sama,  66% rujukan yang masuk ke RSCM untuk gangguan penglihatan Retinopati Prematuritas (ROP) sudah masuk ke dalam stadium lanjut.

Supaya kondisi ini tidak tumbuh, skrining terhadap bayi lahir prematur harus dilakukan. Supaya agresif, maka dilakukan program jemput bola yang dinamakan JAK-ROP. Sebuah program kerjasama antara RSCM dengan Helen Keller International Indonesia yang didukung oleh Standard Chartered Bank.

Baca juga: Tes Mata untuk Bayi Baru Lahir, untuk Apa?

Jadi, jelas Prof. Rita, program JAK-ROP ini diharapkan bisa menekan jumlah anak penderita ROP dengan cara skrining dini ROP pada bayi prematur diberbagai rumah sakit daerah di Jakarta. Mulai dari RSUD Cengkareng, RSUD Kota, RSUD Tarakan, RSUD Pasar Rebo, RSUD Pasar Minggu, RSUD Koja, dan RS Budhi Asih. “Pelaksanaannya, JAK-ROP akan keliling setiap hari mengunjungi rumah sakit daerah sesuai jadwal dengan menggunakan JAK-ROP mobile. Tenaga pelaksananya adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat pendidikan khusus skrining ROP. Hasilnya langsung dikirim saat itu juga ke dokter ahli untuk dilakukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.”

Dody Rochadi, Country Head of Corporate Affairs Standard Chartered Bank Indonesia, dalam acara yang sama menyampaikan, Standard Chartered Bank memliki komitmen terhadap kesehatan mata yang sudah ditunjukkan melalui berbagai inisiatif yang kami lakukan selama 14 tahun di 36 negara. “Fokus kami selama lima tahun kedepan (dari 2015-2020) adalah pada anak. Anak menjadi prioritas karena gangguan penglihatan dapat mengurangi kualitas hidup seseorang dan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi karena dapat mengurangi kesempatan individu untuk memperoleh pendidikan yang baik hingga memperoleh pekerjaan.”

Standard Chartered Bank bangga, jelas Doddy, bisa ikut terlibat dalam program JAK-ROP dan mendukung peningkatan kesehatan pada anak, khususnya bayi prematur, yang akan menjadi generasi penerus bangsa.