Jadi Pertanyaan Saat Mulai Jalani Aktivitas di Era New Normal, Benarkah Pakaian dan Sepatu Bisa Membawa Virus Covid-19 ke Rumah?

By Ine Yulita Sari, Senin, 8 Juni 2020 | 18:45 WIB
Ilustrasi virus corona (Pixabay.com)

Nakita.id - Masyarakat di Tanah Air mulai beradaptasi dengan new normal.

Mereka mulai melakukan aktivitas seperti sedia kala namun tetap memperhatikan berbagai tindakan preventif.

Ini termasuk ke kantor dengan menggunakan masker serta menghindari menyentuh alat-alat di dalam kendaraan umum.

Baca Juga: Secepat Itu Menyebar, Satu Orang Pasien Covid-19 Menularkan ke 4 Anak, Menantu, Sejumlah Kerabat dan Rekan Kerja

Di tengah pemberlakuan new normal atau normal baru yang mulai dilakukan sejumlah negara, termasuk Indonesia, ada banyak hal yang belum diketahui secara pasti soal virus corona.

Misalnya, tentang dari mana saja virus dapat bersumber selain dari tetesan batuk atau bersin orang yang telah terpapar virus corona.

Baca Juga: Tidak Bisa Mudik? Jangan Sedih, Justru Deretan Penyakit yang Kerap Menyerang Para Pemudik Ini Dapat Dihindari

Bahkan, setelah kita berusaha menjalani karantina mandiri untuk menghindari risiko paparan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, bagaimana tetap menjaga diri agar terlindungi dari virus?

Setelah menjalani normal baru dan adanya pelonggaran beraktivitas, pertanyaan tentang apakah virus dapat menempel dan menular melalui pakaian atau sepatu yang digunakan kembali muncul.

Bagaimana risiko penularan virus lewat pakaian?

Menurut Dr Vincent Hsu, seorang dokter penyakit menular dan pengobatan preventif di AventHealth Orlando, hingga kini, diyakini bahwa pakaian tidak menjadi sumber signifikan dari penularan virus corona.

Mengutip Healthline, Hsu menyebut, hingga kini tidak ada kasus penularan virus corona yang tercatat berasal dari pakaian.

Covid-19, sebuah penyakit pernapasan mirip flu yang disebabkan oleh virus corona, utamanya disebarkan melalui droplets.

Baca Juga: Tahu Betul Ganasnya Virus Corona dan Konsekuensi yang Bisa Saja Muncul, Ashanty Panjang Lebar Tuliskan Perbedaan Berpikir Seseorang: 'Berbeda Tapi Punya Tujuan Sama'

Batuk dan bersin dari seseorang yang terinfeksi pada jarak dekat dengan orang lain berpotensi menyebabkan penularan langsung.

Meski demikian, diketahui pula bahwa virus corona mampu bertahan di luar tubuh manusia pada berbagai jenis permukaan, yang dapat menyebabkan penularan jika disentuh.

Kelembaban disebut memiliki peran penting untuk menentukan waktu virus bertahan di suatu jenis permukaan.

Penularan virus melalui pakaian disebut tidak mungkin, tetapi para ahli sepakat bahwa mencuci pakaian langsung setelah bepergian adalah langkah yang baik. 

Bagaimana risiko penularan melalui sepatu?

Adapun sepatu diketahui jauh lebih kotor daripada pakaian sehingga kecenderungan untuk membawa bakteri dan kontaminan lain juga lebih besar.

Baca Juga: Kabar Baik Muncul di Tengah Bulan, Peneliti Dunia Klaim Telah Berhasil Membuat Racikan Obat yang Mampu Menghambat Penyebaran Infeksi Virus Corona, Bahan Bakunya Sungguh Tak Terduga!

Sebuah studi baru dari Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) menyebut bahwa virus corona dapat hidup pada sol sepatu.

Namun, para ahli setuju bahwa sepatu bukan sumber yang berpotensi besar untuk menularkan virus corona pada kebanyakan kasus.

"Kita tidak meletakkan sepatu di atas meja. Kita tidak meletakkan sepatu di mulut kita. Sepatu tidak berada pada kategori benda yang sering disentuh. Pola harian kita telah menunjukkan manajemen atas objek kotor," kata spesialis penyakit menular Dr Kathleen Jordan.

Akan tetapi, kita dapat melakukan tindakan keamanan tambahan untuk memastikan bahwa kontaminan tidak dapat masuk ke rumah.

Hal itu bisa dilakukan dengan membersihkan sepatu dan meninggalkannya di pintu atau mendesain area yang aman untuk meletakkannya.

"Melepas sepatu dan membersihkannya sebelum memasuki rumah juga disarankan. Ini akan mencegah virus masuk ke rumah setelah melakukan perjalanan singkat. Pastikan Anda membersihkannya di luar rumah dan biarkan mengering sendiri," kata dokter di Lenox Hill Hospital New York City Dr Robert Glatter.