Tabloid-Nakita.com - Tak sedikit ibu hamil, terutama yang baru pertama kali hamil, yang mencemaskan janinnya di awal kehamilan, sehingga membutuhkan "obat penguat kandungan". Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan obat penguat kandungan? Apakah semua ibu hamil perlu mengonsumsinya?
Ternyata, penggunaan istilah obat penguat kandungan ini kurang tepat. Rahim diciptakan Tuhan dengan keunikan tersendiri, bisa meregang menahan beban janin. Sebelum Mama hamil, berat rahim sekitar 30 gram dan saat kehamilan cukup bulan bisa mencapai 1 kilogram. Dengan demikian, rahim atau kandungan itu sendiri sudah kuat "dari sananya".
Dalam dunia medis, obat penguat kandungan sesungguhnya adalah terapi suportif hormon progesteron pada kehamilan. Di dalam rahim ada selaput lendir atau endometrium. Jika tidak terjadi pembuahan setelah ovulasi, endometrium ini akan meluruh, kita mengenalnya sebagai menstruasi.
Nah, pada kehamilan, endometrium ini harus dijaga agar tidak meluruh karena menjadi tempat menempelnya embrio setelah pembuahan terjadi. Hormon progesteron dan estrogen berfungsi menjaga endometrium agar tidak meluruh dan memungkinkan embrio menempel sempurna.
Di awal kehamilan, hormon progesteron dihasilkan oleh corpus luteum, yang berasal dari cangkang sel telur (folikel) setelah terjadi ovulasi. Ada kalanya, corpus luteum tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga pasokan hormon progesteron menjadi berkurang. Dalam kondisi itu, terapi suportif hormon progesteron diperlukan untuk memertahankan selaput lendir dalam rahim pada awal kehamilan.
Obat penguat kandungan alias terapi suportif hormon progesteron ini biasakan akan diberikan oleh dokter kandungan bila Mama kerap mengalami perdarahan di awal kehamilan. Meskipun begitu, peristiwa perdarahan di awal kehamilan kadang juga tergolong normal karena proses implantasi embrio ada kalanya membuat endometrium sedikit meluruh.
Karena itu, dokter akan memastikan dengan mengecek kadar hormon progesteron dalam darah Mama. Bila kadar progesteron di bawah 20 ng/mL berarti rendah dan Mama positif hamil, maka harus diberikan terapi suportif hormon progesteron.
Narasumber: Dr. Eric Kasmara, SpOG, dari RS Pondok Indah Puri Indah, Jakarta
(Theresia Widiningtyas)