5 Cara Membentuk Anak Kritis yang Cerdas Berpendapat

By Dini, Rabu, 27 April 2016 | 03:00 WIB
5 Cara Membentuk Anak Kritis yang Cerdas Berpendapat (Dini)

Tabloid-Nakita.com - Masa prasekolah adalah masa-masa yang paling efektif untuk mengembangkan kreativitas seorang anak. Potensi anak pada usia ini, berada di masa penting untuk selalu dirangsang perkembangannya. Pasalnya, memasuki usia empat tahun, seorang anak semakin menyadari bahwa ia adalah individu berbeda dari orangtuanya.

Kemampuan mengingat, mengenali perbedaan, dan mengobservasi lingkungan semakin berkembang. Di saat ini kreativitas alamiah seorang anak meningkat, mereka sering bertanya, senang memerhatikan lingkungan, tertarik mencoba berbagai hal, dan memiliki daya khayal tinggi.

Di masa ini, Mama Papa perlu membuat anak merasa nyaman. Kreativitas alamiah ini yang nantinya akan membuat anak berpikir kritis. Karena, kreatif dan berpikir kritis adalah salah satu ciri anak cerdas. “Ada sebagian anak, yang melontarkan pertanyaan sangat banyak. Sekali bertanya, bisa sampai delapan pertanyaan. Ya tidak apa-apa, ini justru bukti bahwa ia berpikir. Anak yang berpikir adalah anak yang cerdas,” papar psikolog Anna Surti Ariani yang akrab dipanggil Nina.

Jadi, berpikir kritis punya sejumlah manfaat. Tapi melatih agar anak berpikir kritis, ada “syaratnya”, lo. Yaitu, anak harus memiliki rasa nyaman dalam berpendapat, berekspresi, dan bereksplorasi. Tentunya Mama Papa harus memberi ruang kebebasan pada anak untukberpikir dan berpendapat. Bagaimana caranya, berikut lima cara orangtua, keluarga, dan lingkungan sekitar membentuk anak kritis:

1. Memberi kesempatan bertanyaBentuk pertanyaan anak usia 4-5 tahun biasanya sudah berjenjang. Ia tak akan berhenti pada satu pertanyaan. Ini normal kok. Bahkan di usia ini, sang anak seharusnya sudah mampu merangkai tiga kalimat untuk bercerita. Berikan ia kebebasan untuk bertanya apa pun. Sering kali, tanpa sadar, Mama Papa justru membatasi pertanyaannya, “Udah ah Kak, nanya terus. Mama capek jelasinnya.” Hati-hati, kebiasaan menolak pertanyaan anak seperti ini, akan membuat si anak malas bertanya lagi.

Selain memberikan kesempatan bertanya. Bisa juga Mama Papa memberikan pertanyaan untuknya. Misalnya, “Kamu pakai baju warna apa sekarang?” Dilanjutkan, “Kalau baju yang kemarin dipakai, ingat enggak warnanya, apa?” Atau kalau dia sudah sekolah, biasakan untuk bertanya. “Besok hari apa? Ingat enggak besok harus pakai seragam warna apa? Ayo, kita siapkan dulu.” Jadi, dengan kita banyak bertanya, akan membuatnya terlatih berpikir. Ia pun akan berpendapat bahwa bertanya itu boleh.

2. Beri arahan yang tepatDi usia prasekolah, anak biasanya bertanya untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Semakin usianya bertambah, Mama Papa bisa mengarahkan untuk mengajukan pertanyaan dengan cara yang baik pada orang dan waktu yang tepat. Jika memang Mama dan Papa sedang sibuk, jelaskan pada anak bahwa Mama sedang menyelesaikan pekerjaan kantor dan akan menjawab pertanyaan setelah pekerjaan Mama selesai. Dengan memberikan waktu yang jelas akan membuat si anak tahu, kapan bisa bertanya, kapan harus menunda.

3. Beri kesempatan berpendapatBerpikir kritis berarti anak akan mempertanyakan alasan dan penjelasan logis dari suatu hal. Sebagai orangtua, ada baiknya sebelum mengharapkan sesuatu dari anak, pastikan apakah alasan yang menyertainya cukup masuk akal. Lalu, jika anak punya pendapat sendiri?

Sah-sah saja, kok. Jangan lupa, bukan karena orangtua, lalu menganggap diri paling tahu. Biasakan untuk menerima perbedaan pendapat, karena perbedaan pendapat merupakan dasar berpikir kritis/kreatif.

4. Beri tanggapan untuk setiap pertanyaanMenanggapi setiap pertanyaan anak, sebenarnya adalah bentuk stimulasi kecerdasan pada anak. Termasuk ketika anak  mengulang–ulang pertanyaan yang sama. Bisa jadi, mereka sudah tahu jawabannya, tapi ingin mengonfirmasi. Jadi, daripada Mama Papa langsung menjawab dan kita merasa bosan, lebih baik mengasah kemampuan bicaranya, dengan mengembalikan pertanyaannya, “Kan kemarin Mama sudah cerita, hayo inget enggak kenapa bisa begitu?”

Kalaupun dia menjawab dengan bahasanya, enggak masalah kok. Justru dengan membatasi pertanyaannya, kita mematikan keinginannya bertanya, mematikan rasa ingin tahunya. Selain itu juga membuat anak menjadi malas bertanya lagi.

5. Beri penjelasan untuk setiap aktivitasDalam aktivitas sehari-hari ada baiknya selalu kemukakan alasan dan tujuan dari setiap aktivitas. Seperti, “Mama, mengapa harus makan sayur setiap hari?” “Karena sayur mengandung vitamin. Ini akan meningkatkan imunitas tubuh, sehingga tubuh kita tidak mudah sakit.”