www.tabloid-nakita.com. Masa prasekolah merupakan suatu masa transisi dari bayi ke masa kanak-kanak. Di situ kita dan buah hati sama-sama menghadapi beragam tantangan yang lebih kompleks daripada saat ia masih bayi. Jadi harap bersiap-siap mendapat banyak “gesekan” dengannya. Lebih baik “gesekan” ini terjadi pada periode prasekolah, daripada terjadi nanti saat anak beranjak remaja. Karena di usia prasekolah, kita akan lebih mudah mengingatkan anak, memberi penjelasan sederhana, serta mengubah perilakunya, ketimbang saat ia remaja. Nah, berikut masalah perilaku umum usia prasekolah: Berbohong. Sebenarnya anak enggak bermaksud berbohong, ia hanya belum bisa membedakan kenyataan dan fantasi, mana yang nyata dan mana yang tidak. Karena itulah, di usia 3—5 tahun anak senang bermain pura-pura dan cenderung percaya pada apa yang dilihat di TV, film, atau buku. Ia percaya kalau tikus bisa berbicara, superhero bisa terbang, dan seterusnya. Saat kita mendengarkan ceritanya dan menuduh ia berbohong, anak akan semakin bingung. Untuk itu jangan serta merta menilai apa yang ia katakan, namun cobalah dorong ia untuk berkata sebenarnya. Umpama, si kecil bercerita kepada teman-temannya bahwa kemarin ia pergi menyelam dan melihat ikan nemo, padahal kita mengajaknya pergi berenang di kolam renang. Nah, katakan kepada si kecil, "Kalau Kakak cerita pergi menyelam, itu tidak benar. Kemarin kita hanya berenang di kolam renang. Tapi berenang juga mengasyikkan, lo." Dengan begitu si anak menyadari bahwa berenang juga tak kalah menyenangkan dengan menyelam.Merengek. Anak merengek biasanya saat tak mendapatkan suatu keinginan. Ia berpikir dengan merengek, ia dapat memaksa kita mengubah pikiran. Untuk yang ini, kuncinya pada konsistensi. Apa pun jurus yang ia lakukan, bila kesepakatannya memang tidak, tetaplah pada pendirian kita. si kecil cukup lihai, bila ia melihat celah orangtuanya cepat luluh dengan rengekan, ia akan selalu memanfaatkan itu. Baby Talk. Si prasekolah bicara seperti bayi umumnya karena berusaha mendapatkan perhatian atau stres ketika menghadapi momen besar, seperti hari pertama masih sekolah. Sama seperti menghadapi rengekan si kecil, cobalah untuk tetap memberi batasan dan mengabaikan perilaku ini. Jika kita terlalu memperhatikan perilaku ini, bukan tak mungkin baby talk ini terus berlanjut hingga anak besar dan menjadi pengalihan saat anak berada dalam situasi tidak nyaman.Membantah. Mendengar si prasekolah bilang “tidak!” memang tak terdengar seperti sebuah bantahan, malah terlihat lucu mengingat di balik tubuh kecilnya tersimpan keinginan untuk mandiri yang begitu kuat. Pasti sering terjadi setiap hari, dan anak cukup penasaran ingin tahu apa yang terjadi jika ia tak mau menuruti apa kata ayah ibunya. Sama seperti di atas, kuncinya adalah konsisten berdisiplin dan tanggapi dengan tenang bantahan si kecil. Jika kita bersikap reaktif, hal itu malah mendorong anak untuk berlaku demikian. Karena ia bisa menyadari, perilaku mana yang sukses merebut perhatian kita.Agresi. Kebanyakan prasekolah sudah mampu mengatasi temper tantrum-nya, tetapi masih kesulitan mengatasi sikap reaktif untuk mencegah perilaku agresif. Karena itulah masih sering kita temui si kecil memukul, menendang, atau menggigit orang lain saat merasa kesal atau malah gemas pada temannya. Menghadapi hal itu, cobalah tetap tenang dan tidak ikut bersikap reaktif dengan marah-marah atau malah balik memukul, mencubit, atau menjewer. Jika anak bertindak agresif, bawa ia menjauh dari teman yang dipukuli/ditendangnya. Biarkan anak berdiam diri hingga tenang, baru ajak bicara pelan-pelan, seperti menanyakan mengapa ia memukul si teman. Setelah situasi lebih tenang, ajak ia meminta maaf pada kawannya itu. Hal ini pun berlaku juga jika ia memukul kita. Selain itu, ajari anak cara memecahkan masalah dengan sederhana dan bantu ia mengekspresikan perasaannya. Dengan demikian ia belajar mengungkapkan perasaannya dengan kata, bukan dengan perilaku seperti melempar sesuatu, memukul, atau menendang.Semoga Mama Papa siap “bergesekan” dengan si prasekolah. Pada masa inilah, pentingnya peran orangtua untuk terus mendampingi anak, tak hanya sebagai teman bermain semata, tetapi juga pemandu yang memberinya panutan yang baik.
Anindita. Foto:DOK.Findingjoy.com