Anak Bertabiat Keras

By Santi Hartono, Selasa, 3 Maret 2015 | 04:00 WIB
Anak Bertabiat Keras (Santi Hartono)

TANYA:

Ibu Mayke yang terhormat. Saya seorang ibu berusia 40 tahun, memiliki 3 anak. Putri bungsu saya (10) sejak kecil terlihat, anak bertabiat  keras. Tapi  di usianya yang sekarang, perilakunya semakin kasar, tidak terkendali, dan suka membuang barang-barang di sekitarnya. Sering kali memukul saya dan kakak-kakaknya serta bersikap tidak sopan. Pernah juga mengumpat dengan kata-kata kasar pada kakak-kakaknya, yang langsung saya krues (remas) mulutnya. Untungnya dia kapok, tidak pernah mengucapkan lagi. Tapi sikap kasarnya masih. Mohon penjelasannya, bagaimana saya harus bersikap. Terima kasih.Iffah Hurriyah – Semarang

JAWAB:Ibu Iffah, perilaku yang ditampilkan anak merupakan aksi reaksi hasil hubungan anak dengan lingkungan keluarganya. Menurut Ibu, sejak kecil telah terlihat tabiatnya yang keras, memang suatu hal yang tidak mudah bagi orangtua menghadapi anak semacam ini. Saya pun bertanya-tanya, bagaimana reaksi Ibu dan orang-orang di  lingkungan rumah ketika menghadapi anak bungsu. Apakah hilang sabar sehingga bertindak kasar pada anak, ataukah mengancam, atau menuruti kehendaknya? Perilaku kasar, tidak sopan, mengumpat, bisa jadi dia tiru dari perlakuan orang di rumah, salah satu contohnya adalah Ibu meng-krues mulut anak. Walaupun kali ini hasilnya manjur, tapi tetap saja meninggalkan jejak ingatan yang tidak menyenangkan dalam diri anak. 

Ancaman akan membuahkan kebiasaan mengancam pula pada anak. Sedangkan kalau Ibu menuruti kehendak anak bungsu, maka dia tidak belajar untuk mengendalikan keinginannya. Apakah selama mengasuh si bungsu, keluarga memperlakukan dia dalam 3 variasi tindakan yang saya sebutkan di atas? Bila jawabannya ya, maka tidak heran bahwa di usia remaja ini tindakannya semakin menjadi-jadi.

Saat ini putri bungsu memasuki masa remaja awal, biasanya tingkah laku negatif semakin meningkat. Perubahan hormonal ikut berperan sehingga emosi anak terpengaruh, dan kemampuan otak semakin berkembang, sehingga cara pikir anak pun berubah. Dia menjadi lebih kritis dan suka berdebat, merasa pendapatnyalah yang paling benar.

Dengan mempertimbangkan anak sudah memasuki masa remaja awal, maka perlakuan anggota keluarga pun perlu diubah, tidak lagi otoriter tetapi mencoba memberikan ruang bagi anak untuk mengemukakan pendapatnya. Jangan-jangan dia sudah mencap dirinya sebagai trouble maker yang sering membuat onar di rumah sehingga cenderung mempertahankan cap tersebut. Atau sebaliknya, anggota keluarga sudah mempunyai mind set bahwa dia adalah anak yang sulit diatur sehingga belum apa-apa, pikiran negatif dulu yang muncul di benak Ibu, padahal sebenarnya belum tentu anak mempunyai niat buruk. 

Untuk mengatasi masalah ini, sangat diperlukan pendekatan pribadi pada anak. Caranya adalah mengajak dia berbicara berdua saja, boleh dengan Ibu atau dengan Ayah. Bahas apa yang menjadi kekhawatiran dan kekecewaan Ibu, tanyakan tindakan apa dari Ibu/Bapak apa yang sering kali membuat anak kecewa dan marah-marah. 

Cobalah untuk mengerti jalan pikiran anak dan boleh meluruskan pikiran yang negatif dari anak dengan menyatakan apa alasan yang masuk akal. Usahakan mengamati perilaku anak yang positif sehingga tidak melulu tercurah pada yang negatif. Apabila keluarga masih mengalami kesulitan, hendaknya minta bantuan seorang psikolog anak dan remaja.

Asuhan: Dra. Mayke Tedjasaputra, MSI., Play Therapist dan Psikolog