Anak Pemalu di Sekolah

By Ipoel , Kamis, 29 Januari 2015 | 08:10 WIB
Anak Pemalu di Sekolah (Ipoel )

Anak Pemalu di Sekolah

TANYA:

Dear Ibu Mayke, anak saya Shafa ( 2,3) terlihat pemalu dan tidak percaya diri. Anak pemalu di sekolah. Kalau di kelompok bermain diam saja, hanya melihat teman-temannya menari dan nyanyi. Setiap disuruh maju ke depan hanya diam dan minta ditemani. Padahal kalau di rumah aktif sekali, ceriwis, bahkan apa yang diajarkan di kelompok bermain (menari, menyanyi, modelling) bisa dia praktikkan di rumah. Anak saya juga selalu saya ajak ke pertemuan keluarga besar, kumpul keluarga, dan lain-lain. Saya jadi bingung dan khawatir karena takut malunya berlanjut sampai dia besar. Mohon petunjuk Ibu Mayke.Tika Aikul – via facebook

JAWAB: Halo Tika, pertanyaan ini cukup sering diajukan oleh para ibu. Anak pemalu di sekolah. Mereka merasa resah sebab sudah berusaha mengajak anak bersosialisasi dengan orang dewasa maupun anak kecil, tapi ternyata si kecil tak kunjung berani ketika berhadapan dengan orang lain. Akan tetapi, perlu diperhitungkan, berapa banyak kesempatan yang dimiliki si kecil untuk berinteraksi dengan orang-orang lain.

Sebagai contoh, di kelompok bermain (KB), pertemuan biasanya sekitar 3 kali seminggu @ 2 atau 3 jam. Memang, ada anak yang frekuensi pertemuan dengan orang lain tidak terlalu sering, namun mereka mudah bersosialisasi. Gejala tersebut bisa dijelaskan berdasarkan faktor bawaan dan lingkungan pengasuhan. Saya menduga putri Tika termasuk anak yang membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru; ketika lingkungan dirasakan sudah aman, barulah perlahan-lahan dia berani berbaur.

Berkaitan dengan faktor bawaan, bisa ditelusuri, bagaimana penyesuaian diri ibu atau bapaknya dan dari garis keturunan ibu maupun ayah, adakah yang mempunyai karakteristik sama dengan si kecil? Bila jawabnya “ya”, maka faktor genetik ikut berperan. Berkaitan dengan lingkungan pengasuhan, perlu diperhatikan, ketika di rumah, apakah anak lebih banyak berinteraksi hanya dengan ibunya saja dan dengan ayah sepulang kerja? Bila demikian, maka setiap hari perlu menambah waktu si kecil bermain dengan teman sebaya di sekitar rumah, sesekali menitipkan si kecil pada neneknya, dan tinggalkan sekitar 1–2 jam untuk melatihnya berpisah dari ibu ayahnya tapi jangan sampai ibu ayah meninggalkan dia secara dia-diam. Saya amati, kadangkala anak akan semakin sulit menyesuaikan diri bila dia terlalu lekat dengan ibu atau ayahnya, kelekatannya masuk dalam kategori tidak aman (insecure attachment).

Apa yang sebaiknya dilakukan ketika di KB? Tidak usah memaksa anak dan nyatakan “kamu belum berani menyanyi di depan kelas, tapi lama kelamaan akan bisa menyanyi”. Pernyataan lain, “kamu sebenarnya ingin sekali menyanyi di depan kelas, tapi masih merasa takut, malu, tapi nanti perasaan itu akan hilang”. Intinya, perlu membangkitkan perasaan mampu pada diri anak, setelah sebelumnya mencoba memahami perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya. Sekian dulu, semoga bisa membantu masalah si kecil.