Mengapa Masalah Infertilitas Perlu Dibicarakan?

By Dini, Rabu, 27 April 2016 | 01:30 WIB
Mengapa Masalah Infertilitas Perlu Dibicarakan? (Dini)

Tabloid-Nakita.com - Dalam rangka National Fertility Week yang berlangsung pada 24-30 April 2016, kelompok advokasi masalah fertilitas, Resolve, mengampanyekan kepedulian terhadap kaum perempuan yang mengalami ketidaksuburan. Kampanye tersebut, #StartAsking, menawarkan cara yang konkret agar kita dapat saling membantu masalah infertilitas pada perempuan. Karena, isu ini seringkali tidak banyak dibicarakan.

Menurut portal berita Slate, satu dari delapan pasangan Amerika mengalami infertilitas, namun kebanyakan dari mereka tidak membicarakannya. Pada umumnya kita tidak malu mengakui jika mengalami penyakit tertentu seperti usus buntu, atau kolesterol tinggi. Namun, masalah ketidaksuburan sering membawa stigma tertentu sehingga jarang didiskusikan.

Banyak dari kita yang bersedia mencari informasi melalui teman-teman mengenai perjuangan untuk hamil dan memiliki keturunan, tapi banyak juga yang memilih untuk berpasrah. Kepasrahan selayaknya dihargai, namun setidaknya hal ini dilakukan setelah adanya upaya untuk mengatasi masalah ketidaksuburan. Sangat disayangkan jika Mama memilih mengabaikan saja kondisi tersebut tanpa mencari jalan keluarnya. Kecuali, tentunya, jika Mama memang tidak berniat mempunyai anak.

Namun, memang tidak mudah membicarakan infertilitas. Ketika Mama masih berjuang untuk bisa hamil (atau punya anak lagi setelah sekian tahun melahirkan anak pertama), dan sudah menjalani berbagai perawatan kesuburan, tidak banyak yang bisa Mama bicarakan. Terapi kesuburan biasanya menguras waktu dan tenaga, sehingga ada rasa enggan untuk membahasnya lagi.

Ketika Robyn Cohen, pendiri Women On It, akhirnya memutuskan untuk menuliskan pengalamannya menghadapi ketidaksuburan setelah 8 tahun merahasiakannya, ia merasa seperti sedang berdiri telanjang di depan publik. "Aku merasa selama ini kita tidak membicarakan infertilitas secara terbuka dan percaya diri," tulisnya dalam "The Face of Infertility" yang dimuat di Huffington Post.

Ia mengungkapkan alasan mengapa kaum perempuan tidak membicarakannya: karena rasa malu, hina, sedih, merasa tidak mampu, dan merasa gagal. Karena, kalau hamil dan melahirkan adalah sesuatu yang alami bagi perempuan, mengapa kita tidak mampu melakukannya?

Lalu, apa yang bisa dilakukan jika menghadapi masalah infertilitas? Berikut tips membicarakan masalah infertilitas jika Mama memang menginginkannya, baik untuk menolong diri sendiri atau orang lain:

1. Berkomentarlah karena memang peduli. Tidak ada pasangan yang menghadapi masalah infertilitas dengan cara yang sama. Juga, tidak ada solusi yang sempurna untuk semua orang. Mama pun pasti tidak tahu seberapa besar usaha mereka yang berjuang untuk punya anak. Pasti melelahkan, dan kadang menimbulkan rasa jenuh jika upaya yang dilakukan tak kunjung berhasil. Pastikan Mama memberikan komentar atau saran karena Mama memang peduli pada teman atau keluarga Mama yang mengalaminya, bukan karena tak mau ketinggalan berita.

2. Jangan menghakimi. Jika seorang teman tidak pernah membahas masalahnya, jangan pernah mengatakan mengapa dia tidak hamil-hamil, atau tidak menjaga kesehatan. "Yang paling menyebalkan, dokter-dokter pertama yang merawatku mengatakan, 'Ibu harus santai. Ibu bekerja terlalu keras'. Itu stereotip klasik yang dibebankan pada wanita karier. Aku bukannya terlalu mementingkan karier, atau tidak rileks, atau tidak sering berhubungan seks, atau apa pun," papar Teresa Taylor, mantan chief operating officer di sebuah perusahaan telekomunikasi. 

3. Jangan memaksa orang membicarakannya. Bagaimana pun, setiap orang berhak menentukan sikapnya sendiri. Mungkin, ia memang belum siap membicarakannya. Bagi Mama yang mengalaminya sendiri, cobalah untuk lebih terbuka. Ceritakan bagaimana perasaan Mama menghadapi masalah tersebut, atau bagaimana mengatasinya (atau mengapa tidak menghadapinya). Mama tidak sendiri, dan infertilitas bukanlah kondisi medis yang memalukan.

4. Bagikan kisah sukses orang lain. Bagi Mama yang tidak mengalami masalah ketidaksuburan, tidak berarti Mama tidak bisa berperan dalam dialog ini. Mama bisa membagikan kisah orang lain yang telah melalui masa tersebut dan akhirnya berhasil mendapatkan keturunan. Entah itu keluarga atau teman-teman Mama, atau selebriti yang pernah mengungkapkan persoalan infertilitasnya. Ceritakan juga pasangan yang telah terpenuhi harapannya dengan mengadopsi anak (namun, hati-hati, mengadopsi anak juga bukan untuk semua pasangan).

Di atas semuanya, pastikan bahwa Mama selalu ada bersama mereka untuk menghadapi masalah infertilitas ini, tak peduli apa yang sudah mereka jalani. Bantu mereka sebaik yang Mama bisa, karena mereka sangat membutuhkan dukungan Mama.

(Dini/Romper/Resolve/CNN)