Silent Birth, Apa Jadinya Jika Ibu Hamil dan Dokter Tak Boleh Bersuara Selama Persalinan?

By Gazali Solahuddin, Rabu, 15 Maret 2017 | 08:20 WIB
Silent Birth, Benarkah Hanya Aliran Kepercayaan? (Dini)

Nakita.id - Selain persalinan lotus atau lotus birth, salah satu yang banyak diperbincangkan adalah silent birth. Persalinan ini booming setelah artis Katie Holmes melakukannya pada 2006. Menurut Bidan Yuliana Febrianti, Amd Keb., SH, silent birth mengutamakan ketenangan saat proses melahirkan. Ibu saat bersalin diberikan perawatan maksimal dalam lingkungan yang tenang.

“Bahkan suara dari bidan ataupun dokter yang memberikan aba-aba untuk mengejan atau mengatur napas tidak disarankan,” katanya. Prinsip silent birth adalah tidak berbicara ataupun mengeluarkan suara pada saat bersalin.

Walau sudah ada pesohor dunia yang melakukan persalinan ini, silent birth masih menimbulkan kontroversi terkait dengan dilarangnya bidan atau dokter memberikan pengarahan dan si ibu sendiri tidak diperbolehkan mengeluarkan suara saat mengejan. Padahal  itu merupakan proses yang alamiah.

Sekalipun menurut Bidan Yuli agak bertentangan dengan natural birthing, silent birth bisa saja menguntungkan. “Selama ibu yang melakukan persalinan merasa nyaman. Silent birth bisa saja bermanfaat positif untuk psikologis ibu dan bayi setelah dilahirkan. Tapi ini masih menjadi bahan perdebatan, dan saya belum pernah menyaksikan juga menolong persalinan dengan cara ini.” Hal senada diutarakan dr. Bambang Fadjar, SpOG, dari RS Premier Bintaro. Menurutnya, silakan saja jika ibu hamil ingin bersalin dengan metode silent birth. “Silent birth muncul dari aliran kepercayaan tertentu, yang pengikutnya tidak banyak dan juga banyak ditentang,” tukasnya. Oleh karena itu, dr. Bambang berpesan untuk selalu cek dan ricek sebelum memercayai apalagi mengikuti sesuatu.

Psikolog Erfiane Cicilia, Psi, MSi, yang akrab disapa Fifi, mempunyai pandangan yang sedikit berbeda. Dirinya tidak melihat silent birth lahir dari sebuah aliran kepercayaan. “Menurut saya, silent birth itu lebih kepada ketenangan, kenyamanan, sehingga dari situ bisa lahir kepercayaan diri yang kuat. Jadi, jika seorang ibu merasa nyaman dan tenang dengan silent birth saat melahirkan, kenapa harus memaksakan teriak-teriak atau menjerit.” Tapi Fifi berpesan, untuk tidak melakukan sesuatu lantaran ikut-ikutan, apalagi agar  dibilang nge-trend karena artis di luar negeri melakukannya. Bagi Fifi, untuk kebaikan diri sendiri dan anak, sebaiknya pelajari dulu apa yang ingin dilakukan, tanyakan pada ahlinya, ginekolog, bidan, juga psikolog. Jangan pula malas membaca dari buku, majalah, tabloid, dan internet.

Jika dirasa silent birth baik, tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran, silakan melakukannya. Selain itu, Fifi mengingatkan peminat silent birth untuk mencari dokter yang memang memahami persalinan ini.

Narasumber: Yuliana Febrianti, Amd Keb. SH, Rumah PUSPA Jl. KH Mas’ud Kp. Sasak 3, Tridaya Sakti Tambun Selatan, Bekasi Dr. Bambang Fadjar, SpOG, RS Premier Bintaro Erfiane Cicilia, Psi, MSi