Mengendalikan Emosi Si Kecil Tanpa Ikut Marah

By Dini, Kamis, 11 Februari 2016 | 21:30 WIB
Mengendalikan Emosi Si Kecil Tanpa Ikut Marah (Dini)

Tabloid-Nakita.com - Mengasuh anak batita memang membutuhkan kesabaran ekstra. Jika si batita sulit mengendalikan emosi, pemarah, dan suka menyerang, Mama biasanya jadi ikut emosi. Lalu mulai membentak dan memberinya hukuman. 

Pada kenyataannya, semua anak (bahkan yang paling kooperatif dan kalem pun) akan bersikap irasional sesekali. Mama tidak bisa mengendalikan perilaku anak tiap saat setiap hari. Di usia 16 bulan, batita masih belum bisa mengontrol sikap mereka, dan butuh bimbingan hingga beberapa tahun kemudian.

Lantas, bagaimana cara mengendalikan emosi si batita?

Anak usia 16 bulan masih percaya, dunia berkutat di sekitar mereka saja (egosentris). Pengetahuan ini akan membantu Mama untuk paham bahwa yang ditunjukkan si batita hanya sebuah “pertunjukan” semata. Jadi, apabila si kecil tidak punya penonton, maka biasanya ia akan berhenti bertingkah. Di sini letak rahasianya: sebisa mungkin tinggalkan ruangan ketika mereka mulai bertingkah.

Jika si batita mulai mengeluarkan amarah (menangis berguling-guling, melempar mainan atau memukul), pahami sikap negatif ini sebagai perilaku yang normal. Sangatlah manusiawi untuk memiliki amarah dan emosi, tapi perbedaannya ia belum bisa menahan luapan emosinya di setiap kesempatan. Begitu si kecil memukul, menggigit, melempar barang, atau bertingkah tidak semestinya, tugas Mama adalah mengontrol dan membantunya mengekspresikan emosi dengan cara yang lebih aman.

Ketika si kecil butuh pelampiasan emosi, ia akan memberikan sinyal dengan melakukan sesuatu yang ia tahu nantinya akan Mama hentikan, seperti menjambak rambut anak lain. Tanggapi perilakunya ini dengan tenang dan berkata, ”Tidak! Kamu tidak boleh menarik rambut dia ya.”  Lalu, bawa si kecil menjauh dari anak tersebut.

Mama juga bisa mengendalikan emosi si kecil dengan memberikan contoh.

Biasakan mengucapkan “terima kasih” dan “tolong” untuk mengajarkan etika pada si batita. Tetapi, Mama tidak perlu memaksanya untuk mengatakan itu setiap saat. Toh, ia mulai sadar bahwa orang lain juga menggunakannya dan menikmati reaksi senang para orang dewasa saat ia menggunakannya. Penghargaan akan sikap baik ini sedikit demi sedikit akan mengimbangi dan memperbaiki sikap semau-maunya.

Kalau Mama mengharapkan si kecil mengatakan “terima kasih” dan “tolong” setiap saat, berilah ia contoh yang baik, maka si kecil pasti akan mengikutinya. Jika diperhatikan, sebagian besar yang dipelajari anak didapat dari proses imitasi atau meniru. Jadi, sangat masuk akal jika si kecil melakukan hal yang sama seperti yang Anda lakukan ketika berbicara tentang etika.

Nah, cara mengendalikan emosi si kecil ternyata tidak harus dengan tarik urat kan, Mam? (AA)