Tabloid-Nakita.com - Ketika anak didiagnosa alergi susu sapi, orangtua yang menggunakan susu formula biasanya beralih ke susu kedelai, atau susu sapi dengan kadar protein yang lebih rendah (dikategorikan sebagai susu hipoalergenik/hidrolisat/HA). Namun, sebuah studi dari Imperial College London, Inggris, yang didukung oleh Australasian Society of Clinical Immunology and Allergy menunjukkan, ternyata susu hipoalergenik tidak menurunkan alergi.
"Temuan kami bertentangan dengan pedoman internasional saat ini, di mana susu hidrolisat direkomendasikan secara meluas untuk bayi sufor dengan riwayat keluarga panyakit alergi," tulis para peneliti.Penemuan ini disimpulkan setelah peneliti me-review 37 percobaan yang meliputi lebih dari 19.000 individu dari 1946-2015. Percobaan itu membandingkan susu hipoalergenik dengan ASI dan susu formula sapi yang standar. Ternyata, kondisi relevan seperti asma, eczema, alergi makanan, dan diabetes tipe 1 tetap terjadi."Kami tidak menemukan bukti konsisten untuk mendukung fungsi perlindungan untuk susu formula hidrolisat parsial atau ekstensif," jelas para peneliti.Penemuan ini dijadikan bahan untuk membaharui pedoman bagi orangtua dalam memberikan susu untuk anak, yaitu bahwa susu hipoalergenik tidak mencegah alergi. Selain itu juga mendorong para ibu baru untuk meningkatkan konsumsi minyak ikan."Dulu kami memang menyarankan bahwa susu formula hidrolisat parsial bisa memberikan manfaat, namun beberapa bukti tidak lagi mendukung hal ini," tukas Profesor Dianne Campbell, Kepala ASCIA Paediatric Committee.Campbell mengatakan, pedoman baru ini berlaku untuk seluruh keluarga, baik yang anggota keluarganya mengidap alergi atau tidak. ASCIA menyarankan agar bayi mulai dikenalkan dengan makanan padat antara usia 4-6 bulan, terlepas apakah mereka alergi atau tidak. Lembaga ini juga menyarankan agar ibu memberikan ASI eksklusif selama setidaknya 6 bulan.
Karena susu hipoalergenik tidak mencegah alergi, ASCIA pun merekomendasikan bahan makanan lain sebagai penggantinya. Selain minyak ikan (disarankan untuk dikonsumsi selama kehamilan dan menyusui), juga mulai mengenalkan telur matang sebelum bayi berusia 8 bulan (terutama yang punya riwayat alergi dalam keluarga) untuk mengurangi risiko alergi telur.
(Dini/The Motherish)