Jangan Asal Mencubit Pipi Bayi!

By Dini, Selasa, 29 Maret 2016 | 23:30 WIB
Jangan Asal Mencubit Pipi Bayi! (Dini)

Tabloid-Nakita.com - Apa yang Mama lakukan ketika melihat teman Mama membawa bayinya yang gemuk dan sedang lucu-lucunya? Mungkin Mama akan langsung mencubit pipinya, atau bahkan menciumnya. Habis, siapa yang tahan melihat pipinya yang tembem seperti bakpao?

Mencubit pipi bayi umumnya merupakan wujud sikap gemas orang dewasa. Namun meski dilakukan sebagai ekspresi sayang, kebiasaan mencubit pipi bayi dapat membuat si kecil merasa tak nyaman. Apalagi jika yang melakukan adalah orang yang tak dikenal.

Respons anak pun berbeda-beda. Ada yang tertawa "terpaksa" akibat kegelian, ada juga yang melengos tanpa basa-basi. Anak yang dikelitiki tanpa berhenti, meski tertawa-tawa, bisa saja mengalami kesulitan menarik nafas.

Jika orang dewasa kerap mencium, memeluk, menggelitiki, atau mencubit pipi bayi, wajar saja kalau si kecil jadi menyimpulkan bahwa ciuman atau pelukan tidak lagi menjadi hal yang menyenangkan. Hal itu dianggap bukan wujud rasa sayang, dan tidak memberikan rasa aman. Padahal, orang yang melakukan itu tak bermaksud menyakiti.

Belajar dari pengalaman buruk tersebut, terang saja jika si kecil jadi enggan dicium dan dipeluk oleh kedua orangtuanya. Membuatnya kembali percaya bahwa pelukan dan ciuman merupakan ekspresi kasih sayang bisa makan waktu lama jika anak terlanjur trauma.

Jadi takutTrauma akibat "disakiti" membuat anak ketakutan, apalagi jika bertemu kembali dengan orang yang menyakitinya. Boleh jadi, ketika bertemu kembali, ia menunjukkan reaksi tegang dengan memegang erat ibu atau ayahnya, menyembunyikan wajah, tampak gelisah, bahkan akhirnya menangis.

Ekspresi itu menunjukkan ia merasa tidak aman dan nyaman. Terhadap orang asing yang mencoba bersikap akrab, tentunya ia akan jaga jarak dulu dan bersiap-siap kalau-kalau ia diperlakukan sama seperti pengalaman sebelumnya. Padahal, orang tersebut mungkin tidak berniat untuk mencubit pipi si bayi, menggelitiki, memeluk, atau menciumnya, tetapi hanya ingin tahu nama dan menyapa, misalnya.

Faktor emosi si batita pun bisa menjadi tidak stabil karena suasana nyaman yang awalnya terbangun, terpecahkan oleh "perilaku" orang lain yang secara tak sadar justru membuatnya tak nyaman. Ujung-ujungnya hal ini bisa mengganggu kemauannya untuk bereksplorasi, berinteraksi sosial, bermain, mengembangkan kreativitas, dan sebagainya.

Pada tahap selanjutnya ia menjadi kurang percaya diri, tidak percaya pada lingkungan, mood-nya sering berubah menjadi negatif karena muncul rasa benci, kesal, marah, akibat diperlakukan tidak menyenangkan.

Nah, masalah lainnya, orangtua terkadang seolah mendukung apa yang dilakukan orang lain tersebut terhadap diri si kecil. Sebab, rasanya bangga bukan, bila anak dianggap lucu dan menggemaskan oleh orang lain. Padahal sebenarnya anak justru ingin berlindung pada orangtua.

Ternyata mencubit pipi bayi tak selamanya menyenangkan bagi si kecil. Coba amati lebih dalam ekspresinya ya, Mam.

Narasumber: Wanda Anastasia, MPsi, psikolog dari LangkahKu dan Klinik Pela 9

(Hilman Hilmansyah)