Ada 61 orang dewasa yang dimonitor di rumah oleh para peneliti dengan bantuan gelang yang terpasang di pergelangan tangan mereka. Gelang ini akan mendeteksi ketika mereka terbangun dan tertidur. Para relawan dibiarkan tidur normal selama delapan jam untuk beberapa malam. Kemudian mereka dibangunkan empat kali melalui telepon setiap 90 menit pada malam berikutnya.
Setelah itu, setiap pagi para relawan diminta menyelesaikan beberapa kuesioner untuk mengecek kewaspadaan, perhatian, dan suasana hati mereka. Hasilnya menunjukkan hubungan langsung antara gangguan tidur dengan konsentrasi yang rendah dan suasana hati yang buruk setelah malam harinya tidur mereka terganggu. Relawan dinilai lebih bingung (24 persen), depresi (29 persen), dan kelelahan (43 persen).
Para relawan kemudian diuji lagi dengan cara tidur selama empat jam berturut-turut. Hasilnya ternyata mirip dengan tes sebelumnya, sehingga disimpulkan bahwa sering terbangun saat tidur malam hari efeknya sama dengan jika Mama hanya tidur empat hari sehari.
Kalau gangguan tidur itu berlanjut lebih dari satu hari, efeknya mulai berakumulasi. Bayangkan, pengorbanan orangtua baru, yang terbangun tiga sampai 10 kali setiap malam selama berbulan-bulan, tentunya begitu besar. Kurang tidur bisa saja membuat perasaan marah dilampiaskan pada bayi, yang membuat orangtua kerap merasa bersalah sesudahnya.
Sering terbangun saat tidur malam hari memang tak terhindarkan jika Mama baru melahirkan bayi. Namun ada baiknya Mama dan Papa saling bekerjasama dan mengusahakan agar kebutuhan bayi terpenuhi tanpa mengganggu istirahat Mama.
(Dini/Only My Health)