Nakita.id - Literasi merupakan kemampuan dasar yang sangat penting bagi setiap individu, terutama bagi anak usia dini.
Dalam era digital saat ini, kemampuan literasi tidak hanya mencakup membaca dan menulis, tetapi juga memahami informasi dan berkomunikasi secara efektif.
Peningkatan literasi sejak usia dini memiliki dampak besar pada perkembangan kognitif, sosial, dan emosional anak.
Orang tua dan pendidik memiliki peran penting dalam mengembangkan kemampuan literasi anak melalui berbagai kegiatan yang menyenangkan dan mendidik.
Dengan dukungan yang tepat, anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang cerdas, kreatif, dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
Buumi Playscape secara resmi meluncurkan seri buku anak “Buumiclopedia” melalui kegiatan media gathering dan expert talkshow pada Rabu, 17 Juli 2024 bertempat di Buumi Playscape, Pacific Place Mall.
Peluncuran buku dibuka dengan kata sambutan dari Natasha R. Guna selaku Co-Founder Buumi Playscape dan dilanjutkan dengan expert talkshow yang mengusung tema “Mengenalkan Keragaman Melalui Literasi“ bersama Rika Ermasari SPsi. Psi. CH. CHt. ACC selaku Psikolog Klinis dari Brawijaya Antasari Women and Children Hospital; Roosie Setiawan sebagai Penulis Buku, Founder Reading Bugs, dan Penasihat Read Aloud Indonesia; serta Namira Monda sebagai momfluencer dan content creator.
Natasha R. Guna sebagai salah satu Co-Founders dari Buumi Playscape menyampaikan langkah yang diambil Buumi Playscape dalam meningkatkan budaya literasi pada anak untuk memahami nilai keragaman dan kesetaraan melalui seri buku anak Buumiclopedia.
“Bertepatan dengan perayaan Hari Anak 2024, Buumi meluncurkan Buumi Books Vol. 2, “Buumiclopedia” yang terdiri dari 3 buku berjudul Perjalanan Emosiku, Misi Kemandirianku, dan Sekolah Pertamaku. Ketiga seri buku ini membahas kisah menarik dari karakter-karakter Buumi yang sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari anak.”
Dalam konteks pendidikan anak usia dini, Rika Ermasari selaku psikolog klinis memberikan pemaparan tentang pentingnya peran orang tua dalam mengajarkan keragaman sejak dini untuk mengarahkan pemikiran sadar anak dalam membentuk respon positif terhadap bentuk-bentuk perbedaan yang ditemui anak sehari-hari mulai dari perbedaan fisik, sosial, hingga budaya. Hal ini menjadi dasar perilaku agar anak tidak tumbuh menjadi pelaku maupun korban perundungan dalam lingkungan sosialnya kelak.
“Ketika menginjak usia 3-6 tahun, anak akan memasuki pemikiran sadar. Umumnya, pikiran anak menjadi lebih kompleks dan terfokus pada hal-hal di sekitarnya. Rasa ingin tahu anak meningkat pesat sehingga jika sebelumnya Si Kecil sering bertanya tentang “apa” maka pada usia ini, pertanyaannya akan mengarah pada “kenapa”. Anak juga menjadi lebih mandiri, mereka mulai terbiasa melakukan kegiatan tertentu tanpa bantuan dari orang lain.”