Tabloid-Nakita.com - Ketakutan dan ketidaktahuan bagaimana menjadi ayah ternyata dialami oleh sekitar 70 persen ayah yang memiliki bayi baru lahir. Bahkan, hal-hal sederhana yang dilakukan saat merawat bayi, seperti memandikan, menggendong, atau memberikan susu, diakui sebagai bagian tersulit yang pernah dialami dalam hidup pria. Ternyata, banyak pria takut jadi ayah.
"Kalau memandikan, saya masih enggak berani! Masih rentan soalnya. Biarin deh, itu bagian bundanya saja. Tapi kalau menggendong, menyuapi susu, dan menidurkan, ya saya ikut langsung menanganinya. Alhamdulillah sampai Maisya berusia 6 tahun, ia masih tetap senang dekat dengan saya, main, dan berkomunikasi meski saya tetap ngantor tiap hari," cerita Vicky Zulfikar Wahyu (39), yang putrinya lahir prematur dengan berat hanya 1,140 gram (1,1 kilogram).
Ia mengaku awalnya benar-benar tidak tahu bagaimana mengurus bayi, apalagi bayi prematur. "Belum lagi saya harus mengatasi rasa takut yang kadang bikin panas dingin. Ya, takut salah, takut jatuh, pokoknya semua deh. Tapi, demi anak dan niatan awal, saya rela, tulus dan semangat menjalani semua prosesnya. Memang sih, mesti ekstra sabar dan teguh! Kalau enggak, wah, pasti selalu mengeluhlah!" katanya mengenang masa putrinya baru lahir.
Psikolog Viera Adella, MPsi, mengatakan bahwa hal itu sangat wajar. Katanya, mengutip Sayers & Litton (2005), banyak hambatan yang dialami para ayah untuk bisa terlibat dalam pengasuhan anak sehingga lebih banyak keluarga memilih peran komitmen (committed) dan tanggungjawab (responsible) bagi ayah, bukan keterlibatan langsung (involvement).
Lalu, jika banyak pria takut jadi ayah, bagaimana solusinya agar para ayah ini bisa memperlihatkan peran aktifnya dalam pengasuhan anak? Di negara-negara besar dan maju banyak dibangun institusi pendukung keluarga (Family Assistance) yang melakukan intervensi terhadap pengasuhan oleh para ayah.
Sementara di Indonesia, menurut Della -sapaan akrab psikolog klinis anak dan dewasa ini- para ayah bisa diajak datang ke sesi-sesi parenting. Untuk hal yang satu ini, sebaiknya pilih yang santai saja dan dirasa tidak membuat para ayah "diadili". Selain itu, bisa juga mencari ahli parenting yang juga seorang ayah sehingga memiliki chemistry sama.
"Namun pengalaman saya, para ayah akan tetap suka datang ke seminar, meski pembicaranya ibu-ibu. Asalkan pilihan kata-kata dan ilustrasi kasus disampaikan secara 'logis' sehingga membuat mereka lebih yakin akan hasilnya," jelas Della.
Jika sudah siap dengan "ilmu parenting", pasti tidak ada lagi pria takut jadi ayah.
(Ervina Dyah Kumala Janti)