Tabloid-Nakita.com - Ada anak yang lebih senang menarik-narik baju, menggelengkan kepala daripada berkata tidak, atau menunjuk-nunjuk saat ia mau sesuatu. Wajarkah bila anak senang menggunakan bahasa isyarat.
Bila mendengar istilah "bahasa isyarat", kebanyakan kita akan berpikir tentang orang-orang dengan ketidakmampuan tertentu alias difabel. Padahal, penggunaan bahasa isyarat di usia batita wajar, bahkan setiap anak batita akan lebih mudah berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat. Ini adalah perkembangan dari komunikasi sederhana yang ia ketahui di awal hidupnya, yaitu menangis. Sebelumnya, ia menangis untuk apa pun: lapar, popok basah, takut, dan sebagainya.
Sebelum memiliki kemampuan bahasa yang optimal, batita akan melalui fase “berkomunikasi” dengan satu suku kata (misalnya: pa, ba, bu, atau ma), ditambah bahasa isyarat. Selain menangis, tersenyum, dan tertawa , bahasa isyarat lain yang sering ditunjukkan antara lain: mengajak (menaik-turunkan jari-jari tangan), menunjuk sesuatu, melarang sesuatu (menggelengkan kepala), atau instruksi-instruksi sederhana seperti: good bye (melambaikan tangan ke kanan dan ke kiri), mengajak tidur (menutup mata), atau makan (mengerucutkan jari tangan dan mengarahkannya ke mulut). Dengan bahasa isyarat inilah batita berkomunikasi dengan orang disekitarnya.
BERI STIMULASI
Setiap anak mengalami perkembangan bahasa dan kemampuan bicara yang berbeda. Ada yang cepat bicara, ada pula yang membutuhkan waktu agak lama. Ada batita berusia 1,5 tahun sudah mengenal dan mampu menunjuk apa itu “hidung”. Namun secara verbal, ia baru dapat mengucapkan kata “dung".
Lalu, bagaimana sikap orangtua? Apakah harus merespons dengan bahasa isyarat juga? Atau, justru menjelaskan kata-kata yang benar untuk hal yang sebenarnya ingin dikomunikasikan si batita? Hal-hal seperti ini mungkin bisa membuat Mama Papa bingung. Kalau merespons dengan bahasa isyarat juga, orangtua khawatir anaknya tidak segera belajar bicara. Jika merespons dengan kata-kata, ragu apakah si batita mampu memahami perkataan orangtua.
Paling baik adalah melakukan keduanya: merespons dengan bahasa isyarat yang dibarengi gestur tubuh yang jelas, disertai pengucapan verbal yang benar. Lakukan dengan gerakan lemah lembut dan perlahan, tunjukkan kasih sayang kita melalui nada suara yang pelan dan baik.
Pada contoh si batita menyebutkan “dung” di atas, kita dapat memancing dengan berkata, “Hi...” dan si kecil akan melanjutkan, “Dung.” Pada batita yang lebih maju, diminta “jepit hidungnya”, ia sudah paham dan langsung mengarahkan jari telunjuk serta ibu jarinya untuk menjepit hidung. Ini berarti kemampuan berkomunikasinya sudah cukup berkembang, ia mengerti apa yang harus dilakukan, meskipun pengucapan kata-katanya masih terbatas.
Contoh lain, ketika memberikan instruksi pada batita untuk mengambil bola yang jatuh di kolong meja. Ucapkan instruksi mengambil bola tersebut dengan nada yang halus seperti, “Dek, tolong ambil bola (sambil membentuk lingkaran dengan kedua tangan) warna kuning di bawah meja (sambil menunjuk ke bawah meja).” Ketika anak bergerak menuju meja, kita dapat memberikan penguatan, misalnya, “Iya, betul. Ada di bawah meja, Sayang.”
Setelah anak berhasil mengambil bola tersebut, berikan pujian, “Nah, ini dia bolanya. Adek pintar, ya. Terima kasih (sambil berikan tatapan sayang dan mengelus pipi, kepala, atau punggungnya).” Atau, dengan mengacungkan ibu jari.