Tabloid-nakita.com. - Anak batita sedang berada pada fase negativistik dan hal ini normal dalam tumbuh kembang anak. Pada fase ini—biasanya terjadi di usia sekitar 2 tahunan—si batita mulai bisa menunjukkan penolakannya dengan cara membangkang, tidak patuh, atau memperlihatkan bahwa dirinya bisa “mandiri” melakukan suatu hal. Sering kali orangtua menjadi tak sabar dalam menghadapi si batita sehingga emosinya pun meledak. Padahal, orangtua justru dituntut menghadapi fase ini dengan tingkat pengertian yang sangat tinggi, sabar, dan tak henti berkomunikasi dengan si batita.
Ingat, anak batita merupakan peniru ulung. Mereka melihat contoh dari orang yang lebih dewasa di sekitarnya, terutama orangtuanya. Jika orangtua menunjukkan sikap atau perilaku yang emosional dan sama negatifnya, maka si batita akan dengan mudah menyerap perilaku tersebut. Jangan heran bila periode negativistiknya bertambah kuat. Sebaliknya, jika orangtua merespons dengan tenang dan bijaksana akan membuat si batita meniru perilaku tersebut dan tak bertingkah macam-macam. Nah, berikut ini 5 hal yang tidak boleh dilakukan orangtua kepada batita!
1. Menakut-nakutiCara ini lumayan sering dilakukan orangtua agar batitanya melakukan sesuatu yang diinginkan orangtua. Ketika si kecil menolak makan, orangtua pun menakut-nakuti, “Ayo, kalau Adek enggak mau makan, nanti disuntik dokter, lo!” Atau, “Ayo, sudah malam, tidur. Kalau Adek enggak mau tidur, nanti ada hantu”; “Kalau enggak mau mandi, nanti Mama bilangin Pak Satpam”; dan lainnya.
Dampak:Bisa mengakibatkan anak trauma berhadapan dengan dokter, satpam, dan lainnya. Secara tak langsung orangtua membuat anak menjadi seorang penakut, tidak percaya diri, dan selalu murung karena ia selalu merasa takut akan sesuatu yang seharusnya tak perlu ia takuti.
Tip:Segera hilangkan kebiasaan menakut-nakuti ini. Orangtua pun tidak perlu menakut-nakuti anak agar ia berhenti dari perilaku negatifnya. Ingat, menghadirkan rasa takut bukanlah cara yang efektif untuk mengajak si batita paham bahwa hal yang dilakukannya adalah tidak baik.
2. Mengambinghitam- kan Benda Cara ini pun kerap dilakukan orangtua. Ketika si batita menangis lantaran jatuh tersandung batu, orangtua langsung menyalahkan si batu sambil memukulnya, “Iya nih, batunya nakal!”
Dampak:Anak menjadi individu yang enggan mengoreksi diri sendiri dan selalu berusaha menyalahkan orang lain jika menghadapi masalah. Bisa bayangkan betapa tidak nyamannya mempunyai teman dengan karakter seperti itu.
Tip:Lebih bijaksana jika orangtua mengatakan kepada si batita untuk selalu berhati-hati berjalan karena di jalan banyak sekali batu atau kotoran yang bisa terinjak dan membuatnya terjatuh.
3. Memberi Label NegatifTanpa disadari, orangtua mengatakan, “Adek, kok nakal sih!” atau, “Adek, jangan nakal dong!” Padahal, si anak cuma enggak mau duduk diam atau ketika sedang bereksplorasi si batita melempar mainan, menumpahkah air, dan sebagainya.
Dampak:Terdengar sepele, tapi sebenarnya pelabelan tersebut sangat berpengaruh pada psikologis anak. Harus kita sadari, si batita masih memiliki pemikiran yang polos, jika kata “nakal” terus-menerus didengarnya, lama-lama ia akan merasa dirinya memang nakal.
Tip:Hindari melabel anak, apalagi dengan kata-kata negatif, seperti “nakal” atau “bodoh”. Lebih baik gunakan kalimat menasihati, semisal, “Kalau Adek menumpahkan air, nanti Adek bisa terpeleset dan jatuh. Sakit lo, Dek.” Atau, “Kalau mobil-mobilannya dilempar, nanti bisa rusak. Adek jadi enggak punya mobil-mobilan lagi.”
4. Mengiming-imingi SesuatuKetika si batita menolak melakukan sesuatu, orangtua pun mengiming-iminginya dengan hadiah, “Kalau Adek mau mandi sekarang, nanti Mama beliin es krim.”; “Kalau Adek mau makan, besok kita jalan-jalan ke mal.”; “Kalau Adek mau X, nanti Mama kasih Z.”
Dampak:Si batita akan kembali melakukan sesuatu demi mendapatkan apa yang diinginkannya. Ia menjadi patuh hanya karena berharap untuk diberikan sesuatu. Namun jika sesuatu yang dijanjikan itu tidak diperolehnya alias orangtua hanya membohonginya, tentu anak akan kecewa. Jika kebohongan ini sering terjadi, lama-lama akan menurunkan rasa percaya anak kepada orangtua.
Tip:Sebaiknya orangtua tidak menjanjikan akan memberi sesuatu pada anak hanya agar anak menurut atau mau melakukan perintah orangtua. Hindari pula kata ”nanti” karena dalam pikiran polosnya, anak akan beranggapan nanti itu bisa sekarang atau besok. Jadi, kalau kita memang perlu menegurnya, maka tegurlah tanpa harus menjanjikan apa-apa, melainkan dengan memberi penjelasan. “Kalau Adek tidak mau makan, Adek bisa sakit.”
5. MengancamSering kali orangtua tidak menyadari ketika mengucapkan kata ancaman agar masalah dengan batitanya dapat cepat terselesaikan, “Kamu kalau enggak bisa diam nanti Mama cubit!”; “Kalau Adek enggak mau makan, nanti enggak Mama beliin es krim!”
Dampak:Anak patuh karena takut. Padahal, kalau ia hanya patuh karena takut, kemungkinan untuk mengulangi hal tersebut akan sama besarnya seperti sebelum diancam.
Tip:Hindari kata-kata ancaman, apalagi sudah menyangkut fisik. Jangan membentuk si buah hati menjadi seorang yang penurut karena berada di bawah tekanan ancaman. Usahakan untuk memberi pengertian, alih-alih mengancam. Jika si batita dapat memahami penjelasan orangtuanya, kemungkinan untuk mengulangi hal yang sama jauh lebih kecil.