Mogok Sekolah

By Santi Hartono, Rabu, 2 Maret 2016 | 22:00 WIB
Mogok Sekolah (Santi Hartono)

          Kita pasti masih ingat hari pertama si kecil bersekolah. Wajah si kecil penuh antusias dan juga sedikit cemas karena akan bersekolah. Perasaan serupa juga menghinggapi diri kita, harap-harap cemas mengantar anak sekolah. Setelah masuk ke kelas, bertemu, berkenalan, dan beraktivitas bersama guru dan teman-teman barunya di sekolah, anak mulai betah, terbiasa, dan senang bersekolah.

          Namun, namanya juga anak-anak, tetap ada masanya ia enggan sekolah. Pertama kali anak bilang ‘Aku nggak mau sekolah!’ pasti kita bingung dan khawatir dibuatnya. Jika satu dua kali masih bisa dialihkan dan anak tetap mau berangkat sekolah, maka itu bukan mogok sekolah, hanya mood anak yang kurang baik saat pagi hari. Buktinya, setelah berangkat dan masuk kelas ia tetap happy bermain bersama temannya. Lain halnya jika kalimat itu ia ucapkan setiap hari saat mau sekolah, ditambah dengan beberapa perubahan lain dalam diri anak. Untuk yang terakhir ini, kita perlu cari tahu.         

          Menghadapi mogok sekolah si kecil tak bisa disikapi dengan amarah atau omelan, terlebih jika kita belum paham apa penyebabnya. Namun, bukan berarti juga kita membiarkan anak terus menerus mogok sekolah tanpa solusi. Maka, respons yang tepat sesuai situasi dan kondisi adalah jurusnya.

       Pertama, kita perlu memahami lebih dulu apa penyebab anak mogok sekolah. Cari tahu mengapa hal itu terjadi dan apa yang bisa kita lakukan untuk menyelesaikannya. Perhatikan apakah ada perubahan siginifikan dalam perilaku anak. Perhatikan pula pertemanan anak di sekolah, dengan siapa saja ia biasa bermain. Jika anak merengek enggan masuk sekolah dan ngambek, lalu kita turuti permintaannya, lain waktu ia akan mengulang pola serupa. Lain halnya jika penyebab mogok sekolah sesuatu yang lebih serius, seperti masalah dengan teman, guru, atau kecemasan anak. Berikan anak kesempatan satu atau dua hari untuk ‘belajar di rumah’, sambil mencari tahu masalah sesungguhnya. Namun, jangan malah karena anak tak sekolah kita mengajaknya jalan-jalan ke mall atau tempat lain di jam yang seharusnya ia bersekolah. Ini akan menimbulkan persepsi pada anak bahwa ‘bolos sekolah itu menyenangkan.’ Hati-hati ya!

         Kedua, komunikasikan masalah itu dengan pasangan, sehingga kita berbagi persepsi yang sama tentang masalah ini. Anak pun tahu bahwa mogok sekolah adalah masalah yang harus dibicarakan dan dicari solusinya karena orang tuanya sama-sama mau membantunya mengatasi masalah tersebut.

          Ketiga, ajak anak bicara bersama tentang hal ini. Coba cari waktu yang pas untuk anak bercerita, lalu tanyakan pelan-pelan, apa yang ia alami dan rasakan. Dengarkan seluruh penuturannya tanpa menyela. Selipkan juga pengalaman kita waktu kecil, bahwa kita pun pernah mengalami hal yang sama dan tahu bagaimana rasanya. Bahas apa saja yang bisa ia lakukan, tawarkan juga apakah ia butuh bantuan kita atau ia dapat melakukannya sendiri. Dengan kita bersikap empati, anak merasa orang tua dapat memahaminya, sehingga ia pun merasa didukung oleh orang tua. 

         Keempat, tanya atau klarifikasi dengan pihak sekolah masalah apa yang dialami anak, terutama jika berhubungan dengan teman atau guru. Jika isunya adalah masalah di rumah, jelaskan pula pada guru anak, sehingga guru juga dapat mendukung si kecil mengatasi masalahnya. Jika isunya terkait hubungan dengan teman atau guru, minta sekolah melakukan beberapa perubahan kecil. Misalnya, ada teman anak yang suka mengganggu. Minta tolong agar tempat duduk anak dan temannya itu diubah sementara waktu. Komunikasi dengan pihak sekolah juga penting dalam membantu anak agar mau kembali bersekolah.

      Kelima, bujuk anak untuk bersekolah dengan mengantarnya ke sekolah. Berikan pelukan dan ciuman pada anak, sehingga ia merasa lebih percaya diri saat berangkat sekolah, sekaligus menularkan semangat padanya. Selain itu, persiapkanlah semua perlengkapan sekolah sejak malam harinya supaya pagi kita tak tergesa-gesa. Sebab suasana yang tergesa-gesa selain bikin kita panik, juga membuat anak ikut gugup. Kemudian biasakan anak untuk sarapan supaya perut kenyang dan hati senang, serta mood anak terbangun positif.

      Terakhir, beri ia pujian dan pelukan jika ia akhirnya mau bersekolah. Katakan, ‘Wah kamu hebat, Nak! Besok sekolah lagi ya!’ atau ‘terima kasih ya, sudah mau sekolah.’ Bentuk penghargaan seperti ini akan memperkuat anak untuk mau bersekolah lagi, sekaligus membuktikan bahwa ia bisa mengatasi ketakutannya bersekolah. Lebih lanjut, dengan bersikap suportif dan berempati, membuat anak yakin ia pun mampu menyelesaikan masalahnya.

Santi Hartono. Foto: aboutkidshealth.com