Tabloid-Nakita.com - Anak suka mengejek “belajar” dari orang sekitarnya, terlebih lagi jika lingkungan anak berinteraksi semakin kompleks atau sudah melibatkan lingkungan di luar rumah atau keluarga. Interaksi anak dengan banyak orang, selain meningkatkan keterampilannya bersosialisasi, juga menghadirkan tantangan lain bagi orangtua.
Apa pun, ejekan dapat membuat orang yang mendapat ejekan tersebut marah, kecewa, bahkan sakit hati. Oleh sebab itu, anak perlu diajarkan untuk tidak mengejek. Nah, bagaimana orangtua bersikap ketika mengetahui anak mengejek teman?
- Pertama, ingatkan dan tegur anak secara pribadi, bukan di depan teman-temannya. Misalnya, kita mendengar anak mengejek temannya saat ia bermain bersama tetangga. Setelah selesai bermain, tanyakan pada anak, “Tadi Mama dengar kamu panggil temanmu ‘Gendut’, kenapa begitu?” Dengarkan dulu jawaban anak, lalu sampaikan padanya demikian, “Sekarang kalau kamu dipanggil ‘Gendut’ mau?” Cobalah merefleksikan apa yang anak lakukan itu kepada dirinya sendiri. Tanyakan kepada anak bagaimana respons temannya setelah diejek oleh dirinya? Atau bisa juga berikan gambaran kepada anak tentang bagaimana perasaannya ketika melihat temannya diperlakukan seperti itu. Tanyakan perasaannya. Hal ini akan melatih empati anak untuk dapat memikirkan perasaan orang lain.
- Kedua, jangan memberi reward apapun pada perilaku mengejek anak. Misalnya, saat kita mendengar anak mengejek temannya, kita tertawa atau malah marah pada anak. Sikap seperti ini akan membuat anak merasa perilaku mengejeknya diterima alias mendapat perhatian orangtua. Anak malah merasa orangtua akan lebih memerhatikan ketika ia berbuat ulah. Jadi, bersikaplah tenang dan tegas, sehingga lama-lama anak mengerti perilaku mengejek itu tidak baik dan tidak menghasilkan reaksi apapun dari kita sebagai orangtua.
- Ketiga, berilah anak lebih banyak kesempatan untuk berbicara di rumah, terutama untuk mengekspresikan apa yang ia inginkan, rasakan, dan pikirkan. Anak yang suka mengejek teman biasanya karena ia membutuhkan lebih banyak perhatian dari orangtua di rumah. Jika dengan cara biasa perhatian tersebut tak kunjung didapat, ia akan menggunakan cara lain agar lebih diperhatikan, mengejek salah satunya. Bisa pula karena anak tak tahu cara lain untuk mengekspresikan perasaannya pada orang lain selain dengan mengejek. Bantu anak mengenali apa yang ia rasakan, dan arahkan agar ia mampu menyatakannya secara positif, bukan dengan mengejek.
- Keempat, alihkan energi anak pada kegiatan yang anak sukai. Karena pada umur ini rasa ingin tahu anak sangatlah tinggi. Bantu anak dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi perkembangan psikologisnya. Hal ini dilakukan dalam rangka merangsang neuron-neuron dalam otak si anak agar dapat berkomunikasi sebanyak mungkin. Bebaskan anak untuk berkreasi asal dalam koridornya, jangan terlalu membatasi gerak-gerik anak. Tentu saja koridor yang diberikan oleh orangtua harus jelas. Contohnya, anak boleh bermain di taman bermain dengan kondisi kotor, biarkan saja selama hal ini tidak membahayakan anak. Tidak apa-apa sedikit kotor nanti juga dapat dicuci dengan sabun antiseptik. Terkadang kekhawatiran orangtua yang berlebihan akan membunuh kreativitas anak.
- Kelima, jadilah orangtua yang rasional. Perasaan sebagai orangtua untuk melindungi dan menjaga anak dari hal apapun yang menyerang anak adalah perasaan wajar dan alamiah. Itulah insting kita sebagai orangtua. Namun, ketika kita mengetahui anak mengejek, jangan serta merta membela sikap anak tanpa lebih tahu duduk persoalannya. Anak bisa saja berbuat salah, dan tugas orangtua adalah mengarahkannya agar anak mampu memahami apa kesalahannya dan bisa memperbaiki dirinya. Jika kita mendiamkan saja pun tidak tepat, karena anak akan kebablasan. Jadi, arahkan dan beri pengertian, tentang mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak boleh. Selama hal ini dilakukan secara konsisten, lambat laun anak akan mengerti kok.
- Terakhir, jadilah role model bagi anak. Menjadi panutan berarti kita harus konsisten menerapkan setiap aturan ataupun perkataan yang pernah kita sampaikan kepada anak. Jangan sampai anak melihat ketidakselarasan antara apa yang kita ucapkan dan kita lakukan. Kompaklah bersama pasangan. Perbaiki pula pola komunikasi jika memang ternyata itu yang ditiru anak. Sama-sama saling mengingatkan pasangan, anak prasekolah masih meniru mentah-mentah apa yang ia lihat. Jadi, berhati-hatilah dalam bertutur dan berperilaku di depan anak.