Satu Anak Saja, Cukupkah?

By Santi Hartono, Jumat, 1 Mei 2015 | 09:00 WIB
Satu Anak Saja, Cukupkah? (Santi Hartono)

Satu Anak Saja, Cukup Kok

 

Tabloid-nakita.com – Bagi sebagian besar keluarga Indonesia, memiliki satu anak saja tidaklah cukup. Rata-rata kita ingin memiliki dua anak (satu perempuan dan satu laki-laki) atau bahkan lebih. Mama pasti sering mendengar atau malah memberikan komentar, “Kapan nih ngasih adik ke kakaknya?” Jadi, satu anak, cukup kah?

Orangtua yang memiliki anak lebih dari satu kebanyakan mengambil keputusan untuk memiliki anak kedua berdasarkan apa yang menurut mereka terbaik untuk si sulung, dan bukan apa yang terbaik untuk Mama dan Papa. Banyak orang percaya bahwa anak butuh saudara kandung untuk dijadikan teman dan agar mereka tidak tumbuh menjadi anak yang dimanja.

       Menurut Sylvia H, desainer permata dan ibu seorang anak tunggal bernama Nick, “Itu adalah alasan yang buruk untuk memiliki anak kedua. Saya tidak pernah merasakan dorongan untuk menambah anak. Dan Nick adalah anak yang luar biasa. Dia akan menurut jika disuruh tidur, punya watak yang hebat, dan juga cerdas. Selain itu, kami menikmati kehidupan kami saat ini. Sangat mudah ditangani. Meski begitu, hal ini sulit diterima secara umum karena banyak orang yang tidak merasakan hal yang sama. Orang lain menganggap kami egois.” Saat ditanya soal teman bermain untuk Nick, Sylvia mengatakan bahwa Nick melakukan banyak interaksi dengan teman-teman, sepupu, dan teman sekelasnya. Dan untuk mereka yang menganggap bahwa Sylvia mungkin tidak mengetahui senangnya punya saudara kandung, pertimbangkan bahwa ia lima bersaudara dan hingga kini hubungan kelimanya sangatlah akrab.

                Penelitian juga tampaknya mendukung keputusan Sylvia. Menurut Bill McKibben, penulis buku Maybe One: An Environmental and Personal Argument for Single-Child Families, sejumlah studi menunjukkan bahwa anak tunggal cenderung memiliki prestasi yang lebih baik di sekolah, khususnya di bidang sains, matematika, dan sastra; punya lebih banyak teman; dan lebih fleksibel dengan peran gender daripada anak-anak dalam keluarga besar. Meski begitu keputusan tetap berada di tangan Mama dan Papa.