Alergi Sperma

By Santi Hartono, Senin, 8 Juni 2015 | 00:00 WIB
Alergi Sperma (Santi Hartono)

Tabloid-Nakita.com - Alergi sperma sebenarnya istilah untuk mengungkapkan tingginya antibodi istri terhadap sperma suami, sehingga sperma tidak bisa membuahi dan mati karena sistem antibodi tadi. Seperti kita ketahui, setiap manusia memiliki sistem antibodi terhadap benda asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh. Antibodi sendiri tentulah bermanfaat karena bisa menjadi benteng pertahanan tubuh dari masuknya bibit penyakit/ benda asing.

Pada dasarnya, setiap sperma yang masuk ke dalam vagina, rahim, dan sel telur wanita akan menghadapi sistem antibodi. Namun sperma yang terdiri atas satuan-satuan protein dan polisakarida ini tetap bisa bertahan karena sistem antibodi yang dimiliki wanita umumnya rendah. Sayangnya, ada sebagian kecil wanita yang sistem antibodinya sangat tinggi, sehingga sperma tak bisa bertahan hidup, inilah yang disebut alergi sperma.

Sistem antibodi (imun) tubuh istri terhadap sperma suami sendiri terbentuk ketika mereka melakukan hubungan intim timbul luka di alat reproduksi istri/mikrolesi dan ada bagian sperma/sebagai antigen yang masuk ke dalam sirkulasi darah istri, kemudian sistem imun mengeluarkan sekresi antibodi terhadap antigen tersebut/sperma, sehingga terjadi hambatan gerak yang berakibat sperma tidak bisa mencapai sel telur. Keadaan ini diakibatkan foreplay yang tak cukup baik, sehingga istri belum siap dipenetrasi (belum terjadi respons seksual lengkap). 

Pada beberapa pasangan, masalah alergi sperma kerap menjadi momok tersembunyi sebagai penyebab sulitnya mendapatkan momongan. Apalagi biasanya kondisi ini dideteksi paling akhir, setelah serangkaian pemeriksaan lain dinyatakan normal. Tak heran, bahkan banyak orang kerap kali tidak menduga jika permasalahan ini diidap oleh calon ibu. Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam dan cukup lama, lewat tes titer antibodi dalam darah kemudian dianalisis di laboratorium, barulah dokter dapat menyimpulkan kemungkinan adanya permasalahan alergi sperma pada istri.

 Alergi sperma bisa diatasi dengan  mengikuti program terapi kondom, yakni suami harus menggunakan kondom setiap kali berhubungan intim. Di awal-awal pemakaian, mungkin sebagian pasangan merasakan ketidaknyamanan, karena tidak terbiasa. Jadi, mereka perlu menyesuaikan diri, apalagi tindakan ini dilakukan dalam waktu cukup lama, sekitar 6—8 bulan. Tujuannya, supaya sperma tidak masuk ke dalam tubuh istri. Dengan begitu, diharapkan kadar antibodi istri akan menurun secara perlahan, sehingga di 6—8 bulan mendatang tak efektif dalam menghalau sperma yang masuk. 

Setelah 6—8 bulan menjalani terapi, titer antibodi dalam darah istri akan diperiksa kembali di laboratorium. Jika dinilai sudah menurun, biasanya penggunaan kondom bisa dilepas dan diharapkan sperma berhasil membuahi sel telur. Tentu dalam masa terapi, suami dan istri harus menjaga aktivitas, juga menjaga pola makan agar tetap sehat dan seimbang supaya kebugaran terjaga dan kehamilan bisa segera didapat. Ingat, meski terapi ini berhasil dilakukan, namun bila aktivitas dan pola makan suami/istri tidak sehat, kehamilan sangat mungkin tidak dapat dicapai.

Yang perlu dipahami pula, bukan berarti selamanya antibodi sperma istri terus menurun, melainkan akan meningkat kembali setelah terpapar sperma. Karena itu, supaya kehamilan bisa didapat dengan cepat, di saat kadar antibodi terhadap sperma istri rendah, maka lakukan hubungan intim secara teratur tiap 2 atau 3 hari.

Jika kehamilan lambat dicapai, kemungkinan tak hamil bisa saja terjadi karena antibodi antisperma istri sudah meningkat. Selain itu, bila pasangan berhasil memiliki anak, lalu ingin menambah anak lagi, maka pasutri tersebut kadang harus melakukan terapi ini lagi, karena biasanya sistem antibodi antisperma istri sudah menguat kembali.

Diperlukan pula pengetahuan seksualitas yang baik bagi pasutri. Misalnya, baru melakukan penetrasi jika istri sudah merespons rangsangan secara lengkap  supaya tidak terjadi perlukaan di vagina; tahu bagaimana cara melakukan seks yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi keduanya; sedikit banyak paham akan posisi-posisi hubungan seksual yang dapat meningkatkan kenikmatan; dan tahu bagaimana cara membangun komunikasi yang baik, terbuka, saling pengertian, serta memahami sehingga pasutri bisa mendapatkan kepuasan bersama.