Ini Bahaya Melahirkan di Air (Waterbirth)

By Ipoel , Selasa, 10 November 2015 | 04:34 WIB
Ini Bahaya Melahirkan di Air (Waterbirth) (Ipoel )

Tabloid-Nakita.com - Melahirkan di air alias waterbirth sempat menjadi idola beberapa waktu lalu. Konon, persalinan jenis ini menawarkan rasa sakit yang minim. Ini karena saat proses melahirkan ibu berendam dalam air hangat yang membuatnya rileks dan nyaman. Selain, suhu yang hangat itu bermanfaat melancarkan sirkulasi darah, sehingga kontraksi lebih mudah dan mulut rahim menjadi lembek sehingga mudah dibuka. Bahkan untuk beberapa kasus, mulut rahim tidak perlu dijahit lagi karena tidak robek. Disamping itu, proses melahirkan di air umumnya lebih cepat dibandingkan melahirkan di ”darat”, hanya memakan waktu kurang lebih 1,5—2 jam.

Kecemasan ibu akan keamanan bayi karena langsung nyemplung di air rasanya perlu diabaikan. Toh, selama dalam kandungan, bayi juga sehari-harinya berada dalam cairan amniotik. Saat masuk ke dalam air hangat, ia merasa masuk ke dalam habitatnya. Bahkan, bayi akan menangis bila ia diangkat dari kolam hangat tersebut. Meski begitu, ada prasyarat yang harus ibu penuhi bila ingin melahirkan di air seperti panggul tidak besar, bayi lahir tidak sungsang, tidak memiliki penyakit herpes, dan lain-lain. Selain itu, persalinan waterbirth memerlukan sarana dan prasana khusus yang tidak semua rumah sakit memilikinya. Itulah mengapa, ibu yang hendak melahirkan menggunakan metode ini, harus memilih rumah sakit yang memang menyediakan jasa ini.

Baca : Jangan buru-buru beri obat, ini ramuan herbal untuk bayi

Waterbirth Tidak Direkomendasikan POGI

Meski sarat dengan manfaat, ungkap dr. Purnawan Senoaji, DTMH, Sp.OG,  sampai saat ini persalinan waterbirth tidak direkomendasikan oleh Perhimpunan Dokter Kandungan Indonesia atau POGI, karena dinilai tidak ada perbedaan manfaatnya, kemudian belum juga terbukti keselamatannya. Bahkan ada bahaya mengintip dibalik persalinan di air.

Baca : Jangan langsung susui saat ia nangis. Ini tanda bayi mama lapar

Menyoal keselamatan ini juga sempat menjadi isu hangat di tahun 2013, dimana ada seorang ibu yaitu Martini Nazif  yang harus kehilangan bayinya saat menjalani proses persalinan di Rumah Sakit Asri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Riset yang dilakukan Dr Jeffrey Ecker dari Harvard University mengatakan, dia selalu menekankan pada pasien, belum ada bukti akurat bahwa melahirkan dengan cara waterbirth bisa memberi manfaat lebih dibandingkan melahirkan normal.

Menurut sang dokter, setiap wanita yang ingin melakukan waterbirth harus berkonsultasi dulu pada dokter dan memastikan bahwa klinik bersalin memiliki penanganan yang bagus. Beberapa risiko yang harus diketahui wanita bila memilih proses waterbirth adalah infeksi, kesulitan mengatur suhu bayi dan gangguan pernapasan pada bayi.

Baca : Usia 6 bulan bukan patokan. Ini tanda bayi siap diberi MPASI

Pemeriksaan pada ibu yang akan melahirkan dengan cara waterbirth harus lebih banyak, termasuk mensimulasi lingkungan rahim, suhu air yang digunakan, pengawasan tim medis selama proses waterbirth dan tentunya kebersihan tempat untuk melakukan proses waterbirth.

Tulisan ini tidak bermaksud melarang atau menakut-nakuti Mama untuk menjalani kelahiran dengan waterbirth. Sebab, banyak juga yang menjalani proses melahirkan di dalam air baik-baik saja, ibunya baik anaknya juga sehat dan normal. Hanya saja, setiap proses persalinan yang dipilih pasti memiliki resiko tersendiri, selanjutnya pilihan ada di tangan Mama dan keluarga.

Baca : Bayi susah BAB? Ini penyebab dan solusinya