Tabloid-Nakita.com - Ibu yang hamil, kok Ayah yang depresi? Hal ini bisa terjadi jika Ayah tak mau mengubah pola pikir dan tidak siap mental menghadapi aneka perubahan akibat kehamilan.Bagaimanapun, kehamilan Ibu ikut membawa perubahan pada hidup Ayah. Dengan kehadiran anak, mungkin keluarga harus menambah penghasilan atau menyiapkan ruangan ekstra di rumah. Nah, bila Ayah tidak siap dengan perubahan-perubahan ini beserta konsekuensi yang mengiringinya, Ayah dapat mengalami “depresi kehamilan”. Depresi ini umumnya terjadi pada trimester 2 atau awal trimester 3 kehamilan.Dalam Norwegian Mother and Child Cohort Study yang mengikuti tumbuh kembang 31.663 anak sejak masih berada dalam kandungan, sekitar 3% Ayah dari anak-anak tersebut memiliki tingkat stres yang tinggi saat kehamilan istrinya berusia 17 atau 18 minggu.Tingkat stres yang tinggi ini berhubungan erat dengan masalah perilaku anak mereka pada usia 3 tahun. Para peneliti Norwegia ini menduga, calon Ayah yang depresi dapat memengaruhi kondisi mental pasangannya yang sedang hamil dan menyebabkan perubahan hormonal yang memengaruhi kehamilannya. Nah, agar Ayah tidak dilanda depresi kehamilan dan dapat mendukung Ibu selama kehamilannya, Ayah perlu mengubah pola pikir dan menyiapkan mentalnya. Jangan terlalu lama “menyangkal” peran baru sebagai Ayah beserta segala konsekuensinya. Ayah bisa membicarakannya dengan rekan atau kerabat yang sudah lebih dahulu menjadi ayah.Biasanya sharing pengalaman lewat obrolan sesama lelaki akan cukup membantu Ayah dalam mengatasi keresahan dan lebih memantapkan mental menyambut sang calon buah hati. Kemudian, jika Ayah selama dua minggu atau lebih secara terus-menerus mengalami gejala-gejala depresi, segeralah berkonsultasi dengan psikolog.Dengan terbebas dari depresi, Ayah dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh Ibu sehingga Ibu dapat menjalani kehamilannya dengan nyaman. Janin pun tumbuh sehat.