Tekanan Darah Tinggi Semasa Hamil

By Santi Hartono, Rabu, 27 Mei 2015 | 10:00 WIB
Tekanan Darah Tinggi Semasa Hamil (Santi Hartono)

Tabloid-nakita.com .- Setiap kali melakukan pemeriksaan rutin kehamilan, Mama pasti akan menjalani pengukuran tekanan darah. Hal ini penting untuk mengetahui tekanan darah Mama masih dalam batas normal atau tidak. Apalagi, mama hamil kerap mengalami peningkatan tekanan darah. Pasalnya, saat hamil, tubuh Mama memproduksi lebih banyak darah yang digunakan untuk menjadi media transportasi gizi dan oksigen untuk janin melalui plasenta dan ari-ari.

Dengan meningkatnya volume darah, maka kerja jantung meningkat untuk memompakan darah ke seluruh tubuh mama hamil, termasuk sirkulasi pada janin. Dalam keadaan tertentu dimana terjadi  penyempitan pembuluh darah (vasokonstriksi), maka kondisi tersebut dapat meningkatkan tekanan darah Mama secara sistemik. Inilah yang menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi selagi hamil. Untuk itu diperlukan pemantauan tekanan darah pada mama hamil secara teratur dan berkala.

Tekanan darah tinggi—dikenal pula dengan istilah hipertensi—terjadi ketika terdapat peningkatan tekanan pada darah yang dipompakan oleh jantung. Adanya peningkatan tekanan ini dapat merusak dinding arteri di pembuluh darah. Dampak selanjutnya, tentu akan memengaruhi sistem metabolisme tubuh.

Tekanan darah yang normal adalah 120/80 mmHG. Ini berarti, 120 mmHG adalah tekanan sistolik dan 80 mmHG adalah tekanan diastolik. Sistolik adalah saat jantung berkontraksi dan memompakan darah. Sedangkan pada saat jantung relaksasi dan terjadi pengisian darah ke dalam bilik kiri jantung, disebut tekanan diastolik.

Dua jenis tekanan darah ini memiliki makna yang sangat berarti untuk mengukur tekanan darah. Mama hamil dinyatakan memiliki tekanan darah tinggi bila tekanan diastolik ≥ 110 mmHG pada satu kali pengukuran atau ≥ 90 mmHG pada 2 kali pengukuran setiap 4 jam.

Tekanan darah tinggi semasa hamil mencapai 5% dan banyak terjadi pada kehamilan dengan usia mama di bawah 20 tahun atau kehamilan di atas usia 40 tahun, kehamilan dengan bayi kembar, dan mama dengan kehamilan pertama. 

Ada dua penyebab hipertensi, yaitu hipertensi esensial atau primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, stres, mengonsumsi garam dan makanan berpengawet secara berlebihan, merokok, kebiasaan minum minuman yang mengandung alkohol dan kafein, serta pola makan tidak sehat yang mengakibatkan timbunan lemak dan kelebihan berat badan. Sedangkan hipertensi sekunder disebabkan adanya gangguan ginjal atau jantung.

Tekanan darah tinggi semasa hamil bisa jadi merupakan pertanda preeklamsia bila usia kehamilan menginjak 20 minggu ke atas. Disamping hipertensi, ada beberapa tanda lain yang dapat dijadikan indikasi Mama menderita preeklamsia, yakni: kenaikan berat badan serta pembengkakan pada kaki, jari tangan, dan muka. Kenaikan berat badan yang dimaksud yaitu jika mencapai 1 kg dalam seminggu dan berlangsung  beberapa kali.

Sebagai indikator adanya preeklamsia atau tidak, umumnya dilakukan pemeriksaan urine untuk melihat adanya protein atau tidak di air seni. Konsentrasi protein dalam urine yang melebihi 0,3 g/liter tergolong preeklamsia.

 Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan janin memiliki berat badan yang rendah dan berpeluang dilahirkan prematur alias sebelum waktunya. Bila tidak, nyawa mama ataupun si bayi bisa menjadi korban. Di sisi lain, persalinan prematur juga memiliki risiko sangat tinggi pada kesehatan bayi karena paru-parunya belum matang serta perkembangan organ-organ lain dan otaknya pun belum sempurna.

Namun demikian, mama hamil yang mengalami hipertensi tidak perlu terlalu khawatir karena tekanan darah tinggi semasa hamil dapat  diatasi. Ada beberapa langkah yang mesti dilakukan:

* Mengonsumsi obat penurun tekanan darah tinggi, yang sudah diberikan oleh dokter, secara teratur.* Melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur ke tenaga kesehatan (dokter atau bidan). Lakukan pemeriksaan sekali sebulan sampai dengan usia kehamilan 7 bulan. Kemudian, 2 minggu sekali ketika usia kehamilan 28—36 minggu dan seminggu sekali setelah usia kehamilan 36 minggu.* Mengurangi aktivitas fisik yang melelahkan, seperti melakukan perjalanan jauh, pekerjaan rumah tangga yang berat, dan yang rawan stres.* Mencermati makanan yang dikonsumsi. Batasi pemakaian natrium (garam).