Perlukah Pengasuh untuk Batita?

By Ipoel , Selasa, 29 Oktober 2013 | 08:00 WIB
Perlukah Pengasuh untuk Batita? (Ipoel )

Waktu si kecil masih bayi, kita mengenal pengasuh yang disebut babysitter. Selanjutnya, di usia satu tahun ke atas, peran babysitter diganti oleh pengasuh yang disebut nanny (pengasuh) atau childminder (kalau ia tidak tidur di rumah alias pagi datang sore pulang).

Dikaitkan dengan perkembangan kemandiriannya, usia batita adalah usia transisi bagi anak, antara ingin melakukan sendiri tapi belum bisa semuanya alias harus dibantu karena proses mandirinya masih terus berjalan.

Ada beberapa hal yang belum bisa dilakukan sendiri seperti toilet learning (kadang sudah bisa tapi sering juga masih ngompol); anak sudah belajar makan sendiri, tapi kemampuan ini belum sempurna sehingga sering kali malah membuat berantakan; kebiasaan tidur siang, kadang bisa sendiri kadang masih harus dikondisikan; belajar berteman dengan sebaya yang masih harus diawasi saat bermain; serta belajar bicara dengan jelas dan kompleks yang membutuhkan “teman intensif”.  

Jadi, secara umum batita masih membutuhkan orang dewasa untuk mendampinginya. Tapi apakah diperlukan seorang pengasuh atau bukan, Dr. Sylvia Merry, penulis buku best seller, Mommy Versus Nanny, terbitan Grasindo, jelas mengatakan, batita butuh pengasuh/nanny bila ibunya full time mother alias bekerja di luar rumah.

“Mempekerjakan seorang pengasuh khusus juga tidak diperlukan bila di rumah ada orang dewasa yang bisa dititipi mengawasi anak seperti kakek/nenek/tante.” Sylvia juga tidak menganjurkan penggunaan pengasuh bila si batita dimasukkan ke daycare. Saat ini di beberapa kota besar tersedia jasa layanan tempat penitipan anak (TPA)/daycare. Tak perlu pengasuh, cukup bawa anak pagi hari ke daycare lalu jemput sore harinya.

 

TETAP RANGSANG KEMANDIRIANNYA

 

Bila memang tak ada kerabat yang bisa dititipi anak di rumah atau tak ada rencana memasukkan batita ke TPA, keberadaan seorang nanny jelas dibutuhkan. Dengan demikian, ada yang mendampingi sekaligus mengawasi si batita saat orangtuanya tak di rumah.

Secara prinsip, semua boleh dibantu pengasuh karena perkembangan kemampuan batita memang belum memungkinkannya melakukan segala sesuatu sendiri. Namun, anak harus diberi kesempatan untuk melakukannya lebih dulu, baru kemudian “dirapikan” pengasuhnya. Ini juga bermanfaat untuk melatih kemandiriannya, seperti anak diberi kesempatan makan sendiri walau berantakan, tapi sembari jalan pengasuh juga menyuapinya sehingga ia tidak kekurangan gizi. Begitu juga dengan memakai baju atau sepatu, biarkan anak mencobanya dulu, baru pengasuh merapikannya.

Si batita juga tetap diberi kesempatan untuk bereksplorasi seperti berlari, melompat, memanjat. Tugas pengasuh adalah mengawasinya. Sesekali anak jatuh/terbentur—asal tidak ekstrem, sampai berdarah-darah, misalnya—tidak apa-apa, karena bermanfaat untuk melatih percaya dirinya.

Agar pengasuh tidak kebingungan tentang apa yang harus dilakukan, orangtua bisa menyusun “kurikulum” yang akan dijalankan si pengasuh. Contoh, selain mengawasi dan mendorong kemandirian dasar si batita, pengasuh diminta mengintensifkan kemampuan berhitung, menyanyi, bercerita kembali, menambah kosakata, dan seterusnya. Tapi tugas-tugas ini dilakukan saat orangtua tak di rumah. Bila orangtua di rumah, maka orangtualah yang melakukan beragam aktivitas bersama si batita untuk membentuk ikatan yang kuat dengan anak.

Pengasuh juga bisa diminta melakukan beberapa tugas lain, seperti: menyiapkan makanan, mensterilkan alat makan/botol, memandikan/memakaikan baju, membuat susu, menemani/mengondisikan tidur siang, membereskan kamar, dan sebagainya.

Selamat memilih nanny yang tepat!

Marfuah Panji Astuti