Musik Untuk Terapi

By Ipoel , Selasa, 2 Juli 2013 | 23:00 WIB
Musik Untuk Terapi (Ipoel )

Sejatinya, semua jenis musik dapat menstimulasi dan mencerdaskan, akan tetapi tentu intensitasnya dan dampaknya pun berbeda, bergantung pada musik apa dan bagaimana cara penyampaiannya. Hanya saja, karena penelitian ilmiah lebih banyak dilakukan atas musik klasik, selain hasil telaah musik klasik banyak memperoleh publikasi, maka musik yang sudah banyak teruji memberi manfaat positif, termasuk mengaktifkan otak, adalah musik klasik.

Ada kelebihan musik klasik dibanding musik lainnya. Salah satunya, musik klasik memiliki notasi ajeg yang bisa diulang secara sama (reliable) sehingga selaras dengan prinsip keilmuan, yaitu bisa dikaji ulang, valid, reliable, dan memiliki sistem. Aturan penyebaran musik klasik juga lebih sederhana karena sudah dianggap sebagai milik publik, atau sudah bebas copyright, sehingga memungkinkan untuk modifikasi secara bebas, baik disederhanakan maupun diimprovisasi ulang. Misalnya, publisher kaset/CD tidak perlu minta izin Wolfgang Amadeus Mozart untuk mengimprovisasi musik “Twinkle-Twinkle Little Star” padahal itu salah satu bagian dari karyanya.

Secara umum ada empat aspek musik, yakni:

1. Ritme

Ritme terkait dengan ritme dinamik internal, termasuk detak nadi dan fungsi kerja saraf. Ritme yang terlalu cepat membangkitkan aktivitas fungsi saraf karena individu harus berespons menyesuaikan dengan irama bunyi bertempo cepat. Demikian pula jika ritme berubah-ubah, maka individu harus melakukan penyesuaian secara cepat dan berulang-ulang sehingga menimbulkan kelelahan.

2. Timbre (warna musik)

Timbre pada suara seperti layaknya warna pada cahaya. Jika merah memiliki “ray” lebih panjang daripada biru sehingga merah lebih cepat memberi rangsang cahaya. Nah, piccolo (seperti seruling kecil) memiliki vibrasi lebih cepat daripada tuba (terompet besar) sehingga memberi rangsang suara lebih cepat. Woodwind (alat musik tiup dari kayu) seperti halnya oboe memberi nuansa lembut dan terkait dengan asosiasi helaan napas, sedangkan timpani (drum) memberi nuansa entak yang memiliki asosiasi dengan detak nadi atau debar jantung.

3. Volume          

Volume adalah kuat lemah suara, namun tentu juga disertai dengan “pitch” tinggi rendah serta ketepatan nada. Volume keras tentu akan amat merangsang gendang telinga. Jika pitch tinggi dampaknya akan memekakkan telinga serta menimbulkan kebisingan. Jika nada dibuat sumbang (atau tidak sengaja sumbang) akan menimbulkan kesan tidak nyaman.

4. Nuansa          

Nuansa yang dilandasi oleh komposisi merupakan integrasi bunyi atau integrasi nada. Nuansa ini terbentuk karena adanya komposisi yang memiliki kandungan simbolik, baik jika diperdengarkan melalui instrument tunggal maupun melalui bentuk orkestra.

Semua jenis musik bisa menstimulasi, tetapi tidak semuanya bisa dijadikan sarana terapi. Pasalnya, pengertian terapi itu sendiri terkait dengan kenyamanan. Terapi artinya mengubah kondisi dari kurang nyaman menjadi nyaman, dari kondisi kurang sehat menjadi sehat, dan seterusnya. Oleh karena itu, musik untuk terapi harus dapat memperbaiki kesejahteraan seseorang. Kesejahteraan terkait dengan berpikir, merasa, dan berbuat. Sejahtera berpikir, kita menjadi lebih berkonsentrasi. Sejahtera merasa, kita lebih bisa tenang, bisa meredam amarah. Sejahtera berbuat, kita bisa melakukan sesuatu lebih terkendali dan terarah, kita dapat bergerak secara lebih ritmis. Sejahtera berpikir, kita mampu mengingat dengan lebih baik Contoh, untuk melatih anak-anak belajar baris-berbaris, kita membutuhkan musik dengan tempo mars (march). Jika ingin membentuk suasana ceria dalam bermain, anak membutuhkan musik dengan tempo riang, allegro-vivace, misalnya. Jika kita ingin menstimulasi anak supaya lebih tenang dalam proses belajar membaca misalnya, di sini anak harus mendapat stimulasi musik dengan tempo adagio.