Ting-ting-ting-ting. Lengkingan suara sendok yang beradu dengan mangkuk itu terdengar samar-samar. Namun, beberapa saat kemudian, suara itu terdengar makin jelas, diiringi suara “gladak-gluduk” roda gerobak si abang tukang bakso yang melintas persis di depan rumah. Haniya (2,5) yang sedang asyik main di dalam rumah, segera berlari ke arah pintu keluar seraya memekik, “Bang… bakso… bakso!” Sejurus kemudian, ia pun berlari menuju dapur, membuka lemari piring, mengambil mangkuk plastiknya. Dalam sekejap, gadis cilik itu sudah berada di depan si abang tukang bakso, “Beli, Bang!” ucapnya sambil menyodorkan mangkuk plastiknya.
Menjelang sore, pedagang yang melintas makin banyak. Salah satunya yang rutin adalah penjual es keliling berpengeras suara yang mendendangkan irama lagu anak-anak. Lagi-lagi, lantaran mendengar suara yang familiar itu, Haniya beringsut dari acara tidur siang dan menghambur ke luar rumah sambil teriak, ”Bang… es, Bang!” Si abang tukang es pun langsung menghentikan gerobaknya, persis di depan pembeli ciliknya yang segera berkata, “Beli, Bang!” Hmmm… habis ini tukang jualan apa lagi ya yang akan dipanggil oleh si batita? Bisa-bisa, semua tukang jajanan yang lewat bakal dipanggil oleh si kecil. Waduh, gawat! Di sisi lain, boleh jadi kita akan senyum-senyum sendiri karena menyadari, ternyata perilaku kita pun tak berbeda dengan si kecil. Nah, lo!
Ya, perilaku si kecil yang demikian, tak lain karena ia meniru dari orangtua atau orang terdekatnya. Berdasarkan kajian psikologi, proses meniru atau peniruan merupakan salah satu cara anak belajar mengenai diri dan lingkungannya. Anak suka menjadi bagian dari apa pun yang dilakukan orangtua, sehingga jangan heran kalau ia pun selalu mencoba meniru apa yang orangtua lakukan, termasuk memanggil tukang dagang yang lewat.
Proses peniruan ini, sebenarnya bermanfaat, karena membuat anak terlatih mengembangkan kemampuan berbahasanya. Dengan meniru polah orangtuanya memanggil si abang pedagang dan melakukan transaksi jual-beli, secara langsung si batita belajar mengembangkan kemampuan berbahasa alias kosakatanya bertambah melalui proses dialog dengan si abang pedagang.
Perlu diketahui, kemampuan bahasa anak di usia ini mengalami perkembangan pesat. Tentunya, kemampuan ini akan terus berkembang apabila si batita sering berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain, salah satunya… ya, berdialog dengan si abang penjual ini. Meski proses dialognya berlangsung sederhana, akan tetapi ia bisa membuat kalimat dalam suatu percakapan. Alhasil, ia pun jadi bisa berkomunikasi secara aktif dengan orang lain.
Seiring dengan itu, kemampuan berpikirnya pun telah berkembang. Ia mampu menangkap, menerima atau merekam segala macam informasi dari lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, apa yang ia dengar, lalu disimpan dalam memorinya. Nah, dengan meningkatnya daya tangkap ini, si batita pun jadi mudah menerima kata-kata yang didengarnya sehari-hari. Tak heran, ketika orangtua, pengasuh, atau tetangga memanggil tukang jualan, maka kata-kata yang diucapkan itu pun lalu ditirunya.
Bukan cuma itu, anak usia ini memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap banyak hal, sehingga cenderung aktif mengeksplorasi apa pun di lingkungannya. Makanya ia antusias begitu ada pedagang lewat rumah dan ia pun akan mengenal banyak hal, sehingga rasa ingin tahunya terpuaskan. Selain itu, dengan mengeskplorasi lingkungan, pancaindranya ikut terasah, baik itu penglihatan, pendengaran, peraba, bahkan juga penciuman dan pengecapan. Anak juga belajar mengungkapkan, mengekspresikan sesuatu, dan mengembangkan keberaniannya untuk berinteraksi dengan orang lain. Ingat, kemampuan ini sangat penting saat bersosialisasi kelak.