Belajar Pengendalian Diri Anak Jadi Mandiri

By Ipoel , Senin, 13 Mei 2013 | 03:00 WIB
Belajar Pengendalian Diri Anak Jadi Mandiri (Ipoel )

Belajar pengendalian diri berarti juga membiasakan si batita untuk belajar mandiri. Dari situ anak pun bisa belajar untuk menunda keinginan, mengenali risiko, mengambil keputusan sederhana, dan sebagainya. Berikut adalah contoh-contoh bagaimana cara mengajari anak batita untuk mengontrol dirinya. Manfaatkan aktivitas sehari-harinya sebagai sarana pembelajaran kontrol diri.

Membereskan mainan

Biasakan anak untuk mengembalikan mainannya ke tempat semula. Untuk praktisnya, sediakan kotak besar yang dapat menampung mainan anak dan yes... anak batita pun dapat dengan mudah mencemplungkan semua mainannya ke situ. Dalam sekejap, ruangan terlihat rapi kembali. Jika anak kehilangan salah satu mainannya karena tidak dibereskan, jelaskan itulah akibatnya kalau mainan tidak dimasukkan ke wadahnya sehabis dipakai. Dengan mengenali konsekuensi dari perbuatan tidak membereskan mainan, anak belajar mengontrol perilakunya.

Toilet learning

Awali dengan mengenalkan tempat untuk BAK dan BAB (dapat diawali dengan pengenalan pispot ataupun tidak) serta memberi contoh bagaimana menggunakannya. Kala anak ingin buang air, ajak dia menggunakan toilet. Tidak mengapa jika ternyata anak belum siap dan memilih buang air di celana. Yang penting anak secara konsisten diajak ke toilet pada jam-jam tertentu atau pada saat ia terlihat ingin buang air. Tunggulah sampai anak siap melakukan buang air di toilet, tak perlu dipaksa. Buat sebagian anak, buang air di toilet membutuhkan masa transisi yang tidak sebentar. Namun, tetap katakan, “Nanti kalau kamu mau pipis bilang ke Mama ya, kita sama-sama ke toilet,” atau “Pupnya ditahan sebentar ya, Mama sedang membuka celana kamu!” Dengan terus mengingatkannya, pada diri anak akan tertanam dorongan untuk mengontrol dirinya dengan BAK/BAB di toilet.

Mengendalikan keinginan minum dan makan

Beberapa anak sangat suka makan dan sulit mengendalikan nafsu makannya sehingga berat badannya pun berlebih. Untuk anak seperti ini, pengendalian nafsu makan perlu ditanamkan sejak kecil dengan cara menerapkan pola makan bergizi seimbang. Upaya lainnya, yaitu mengalihkan anak ke kegiatan positif yang ia senangi. Dongeng tentang anak yang terlalu banyak makan dan malas berolahraga bisa membantunya memahami kebiasaan negatifnya. Jika anak minta makan, ulurlah waktu pemberiannya, batasi porsinya, dan pilihlah yang berkalori rendah. Upaya ini juga memberikan latihan kontrol diri pada anak.

Tidak mengabulkan tujuan dari amukannya

Anak-anak pasti ingin dituruti semua kemauannya. Namun, apakah keinginannya dikabulkan atau tidak sebetulnya sangat bergantung pada keputusan orangtua. Jika tak tak dituruti, anak punya “senjata” jitu untuk meluluhkan hati orangtua, yaitu menangis. “Senjata” ini sudah dipakainya sejak di usia bayi. Jika orangtua tak kunjung mengabulkan keinginan anak, tangisannya akan semakin keras, ditambah raungan, teriakan, membuang-buang barang, memukul, atau berguling-guling di lantai. Bagaimana menghadapi anak seperti ini? Jika bujukan orangtua tak mempan, tunggulah sampai anak meredakan sendiri tangisannya. Toh pada waktunya ia akan lelah juga. Hanya saja, pastikan ia tidak melakukan tindakan yang membahayakan seperti memukul, membenturkan kepala, atau melempar benda pecah belah. Tahanlah kedua tangannya dari belakang. Dekaplah dia dan bisikkan kata-kata yang menenangkan. Anak perlu tahu alasan orangtuanya tidak mengabulkan keinginannya. Anak juga perlu tahu bahwa sikap orangtua tersebut didasari oleh perasaan sayang dan bertanggung jawab terhadapnya. Katakan pula bahwa memukul, mencakar, membenturkan kepala, menarik rambut, atau membuang-buang barangtak baik dilakukan. Mintalah ia untuk bersabar. Alihkan perhatiannya pada hal lain. Jika masih gagal, tunggu saja sampai rengekan atau tangisannya mereda sendiri. Jika anak mengamuk di tempat umum, bawalah anak ke tempat yang terlindung. Dengan memegang aturan dan kesepakatan, anak belajar tentang konsistensi. Ia pun belajar bahwa tak semua keinginannya bisa dikabulkan. Pemahaman ini akan diperkuat ketika anak terjun bersosialisasi dengan sebayanya. Dalam berinteraksi ia akan bertemu dengan teman yang tak mau mengalah, suka merebut, dan lainnya. Lambat laun ia pun terlatih untuk bisa mengontrol diri. Agak sulit memang membujuk anak yang berkemauan keras dan suka mengamuk. Namun, jika aturan diterapkan secara konsisten dan konsekuen, lambat laun anak bisa mengendalikan gejolak emosinya.

Bisa berbagi

Ketika bermain, kerap kali anak bertengkar dengan temannya seputar rebutan mainan atau siapa ingin mengatur siapa. Ini bukti jika anak batita belum bisa mengontrol penuh dirinya untuk berbagi dan bermain bersama. Untuk mengurangi sifat egosentrisnya, ingatkan selalu anak untuk tidak berebut barang, mau bergantian, mau berbagi, bermain bersama, dan tidak menyakiti teman. Sebelum bermain dengan temannya, ingatkan si batita akan peraturan-peraturan yang perlu ia taati.

Aturan-aturan di rumah

Aturan di rumah ditanamkan pada anak dengan cara memberinya contoh-contoh bagaimana menaati aturan itu. Jika sampah harus dibuang ke tempat sampah, lakukan hal itu dalam keseharian dan ingatkan anak untuk membuang sampah di tempatnya. Memberi contoh langsung akan jauh lebih efektif dibandingkan penjelasan abstrak atau teguran pada saat anak dianggap melakukan kesalahan.