Duh, Si Kecil Kok Enggak Sopan Ya?

By Ipoel , Jumat, 10 Mei 2013 | 03:00 WIB
Duh, Si Kecil Kok Enggak Sopan Ya? (Ipoel )

“Ble, mama jelek, prettt!” ucap anak sambil menunjukkan bokongnya. Atau “Nih, Adek colekin kotoran hidung,” anak pun mencolekkan telunjuknya ke tangan ibu/bapaknya. Orangtua pastilah kaget bila tiba-tiba anak berlaku seperti itu. Lho, kok bisa? Tak hanya itu, perilaku lain, seperti menyemburkan air dari mulutnya, meludahi, menjulurkan lidah, bisa secara tiba-tiba keluar. Perilaku anak seperti itu ditiru dari apa yang dilihat dari lingkungannya.  Seperti dari orangtuanya, kakak-kakaknya, temannya, maupun dari televisi. Di usia ini masanya anak melakukan berbagai peniruan.  Dia akan meniru apa saja yang dilihatnya. Entah baik atau buruk.

Apalagi periode ini disebut golden age atau usia emas, di mana anak mendapatkan penanaman berbagai nilai, moral, dan kemampuan. Penanaman ini mudah diterima anak sebagai sesuatu yang akan dilakukannya. Bila penanamannya baik maka perilakunya pun akan baik. Sebaliknya, bila tidak maka akan timbul perilaku yang menyimpang. Di masa ini orangtua perlu bertindak hati-hati dalam bertindak di depan anak. Bila sedikit saja keliru, semisal mengucap “Weks!” anak akan mudah mengikutinya. Dalam persepsinya, bila orang melakukan itu maka ia pun akan melakukannya.

Peniruan ini bisa dilihat anak dari perilaku orangtuanya, misalnya orangtua acap membentak pembantu. Meskipun tindakannya ditujukan kepada orang lain, namun bila anak melihat, tetap saja anak akan menirunya. Dan jangan heran pula, bila dia akan membalikkannya kepada orang tuanya. Tak lain, perilaku itu dipicu oleh tindakan orang tua yang pernah dilihat anak. Kaget, mungkin, karena orangtua biasanya tidak pernah mengajari anak berlaku seperti itu.

Bila anak berlaku tidak sopan, orangtua perlu instrospeksi dan memahami kenapa anak berlaku demikian. Pahami bahwa perilaku anak bukan sesuatu yang benar-benar datang dari dalam dirinya melainkan dia hanya meniru apa yang dilihatnya. Perilaku yang keluar, meskipun sangat mengesalkan, jangan dibalas dengan pengekangan. Misal, orangtua langsung membentak agar anak tidak dapat mengulangi perbuatannya. Pengekangan selain akan membuat anak ketakutan, juga dia merasa disudutkan. Selain itu hindari kata-kata yang berbau menyudutkan seperti, “Bodoh kamu! Kurang ajar! Berani sekali!” Pengekangan tidak akan mengeluarkan anak dari masalah. Malah dikhawatirkan anak semakin menjadi tanpa ada usaha untuk menghentikannya. Berikut solusi yang bisa dilakukan orangtua:

  1. Introspeksi, apakah selama ini orangtua pernah berlaku seperti itu kemudian dilihat anak, atau, lingkungan yang memberinya contoh. Bila benar, anak perlu didekati dengan cara yang halus. Kemudian arahkan agar dia tidak melakukan hal itu lagi.
  2. Sampaikan pada anak dengan kalimat yang sederhana, singkat, dan mudah dimengerti. Bila sulit, orangtua tidak perlu patah semangat. Lakukan berulang-ulang. Bila tidak juga berhasil, mungkin orangtua tidak memperhatikan cara yang benar dalam mengarahkannya. Dengan bicara halus Anak lebih bisa menerima dari pada bicara kasar. Bila kata kasar yang keluar, maka arahan dan alasan yang kita keluarkan tidak akan sampai.
  3. Sampaikan alasan yang tepat kenapa anak tidak boleh berlaku seperti itu. Di usia ini anak sangat membutuhkan alasan.

Bila anak meniru perilaku orang lain, segera berikan pengertian yang benar, “Wajar tante sebelah berlaku seperti itu, tapi, kan, Mama enggak, jadi kamu tidak boleh seperti itu.”