Mulai Berpikir Kritis (1)

By Ipoel , Rabu, 21 November 2012 | 21:00 WIB
Mulai Berpikir Kritis (1) (Ipoel )

Anak mulai bisa berpikir dari dalam (internal) dan tidak  semata-mata mengandalkan sesuatu berdasarkan kondisi apa adanya. Coba perhatikan apa yang akan dilakukan si batita ketika dihadapkan pada mainan mobil-mobilan yang diikat. Pertama, ia tidak berdiam diri saja, melainkan segera ingin mengambil mobil-mobilan tadi. Ia akan mencoba menarik-nariknya beberapa kali untuk membuka ikatan meski mungkin tidak berhasil. Sesaat kemudian anak akan menghentikan usahanya dan berganti mengamati dengan saksama ikatan pada mobil-mobilannya. Beberapa kali ia akan membuka dan menutup mulutnya yang semakin lama semakin lebar. Gerak-gerik mulutnya memperlihatkan gerak-gerik motoriknya yang disimbolisasikan bahwa ia tengah berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya. Anak berusaha lebih independen.

Contoh lain dapat dilihat pada anak usia ini yang meniru gerak atau teriakan anak-anak lain. Seorang anak akan mengamati bagaimana anak lain digendong keluar dari boks bermainnya setelah ia berteriak sambil menendang-nendang jari-jari boks yang menghalanginya. Meski sebelumnya tak pernah melakukannya, 1-2 hari kemudian anak bisa meniru persis gerak-gerik yang pernah dilihatnya! Artinya, di tahapan ini anak memperlihatkan bahwa ada hal-hal yang simbolik tersimpan dalam ingatannya. Ketika melihat suatu kejadian, anak menanamkan dasar untuk menirunya pada kesempatan lain. Peniruan atau imitasinya begitu kuat di usia ini.

Selain itu, ia memiliki kemampuan khusus, yakni memersepsikan ketetapan objek (object permanence). Contoh, bola akan tetap jadi bola meski ditendang. Ketetapan ini diartikan bahwa objek-objek akan tetap ada meskipun tidak lagi berada dalam lapangan persepsi. Berikut tahapan perkembangan kemampuan objek permanensi ini pada batita:

Tahap Pertama:

Objek-objek yang dilihatnya adalah objek yang ada dalam lapangan penglihatannya. Sementara objek-objek yang berada di luar lapangan penglihatannya tidak dipedulikannya, termasuk wajah ibunya. Itulah mengapa ketika orangtua/pengasuh tidak dilihatnya (meninggalkan lapangan penglihatannya), tidak ada keinginan anak untuk mencarinya. Si kecil tetap bisa asyik bermain meskipun ibunya sedang tidak bersamanya. Tetapi kalau ia tahu ibunya yang semula berada bersamanya kini meninggalkannya, maka secara visual ia akan terus mengikuti ke mana pun ibunya bergerak.

Tahap Kedua:

Ditandai oleh harapan yang pasif, yakni untuk beberapa saat anak akan menoleh atau memandang ke arah objek yang menghilang. Anak seakan-akan masih menanti objek itu kembali, tetapi  ia tidak menujukkan sikap aktif untuk mencari. Contoh, anak menggoyang-goyangkan mainannya hingga jatuh ke lantai. Meski mainannya jatuh, anak terus menggoyang-goyangkan tangannya dan tidak melihat ke arah mainan yang sudah tergolek di lantai.