Bolehkah Membacakan Kisah Seram pada Anak Balita?

By Santi Hartono, Senin, 27 April 2015 | 02:00 WIB
Bolehkah Membacakan Kisah Seram pada Anak Balita? (Santi Hartono)

Tabloid-nakita.com – Orangtua pasti senang membacakan buku cerita modern atau dongeng klasik kepada buah hati mereka. Namun adakalanya kisah-kisah di buku tersebut mengandung peristiwa atau perbuatan yang mengerikan. Lalu bolehkah membacakan kisah seram pada anak balita? Apakah kisah-kisah itu akan menganggu si kecil dan membuatnya mengalami mimpi buruk?

      Menurut para pakar, semua itu itu bergantung pada format penceritaan yang Mama berikan. Jika anak Mama mendengarkan cerita tersebut, dan bukan menontonnya lewat acara TV atau film, dia tidak akan menjadi terlalu takut karenanya. Anak-anak punya lebih banyak kontrol atas dunia imajinasi mereka ketika mereka tidak disuguhi gambar. Jadi jika anak Mama ingin menonton video yang di dalamnya berpotensi menyuguhkan gambar mengerikan, seperti Hansel dan Gretel atau Putih Salju dan Tujuh Kurcaci, akan lebih baik jika Mama membacakan kisah itu terlebih dulu kepada mereka. Hal ini akan mengecilkan kemungkinannya menderita mimpi buruk jika Mama memang memutuskan untuk membolehkan si kecil menonton versi videonya.

      Kisah dongeng klasik yang mengandung peristiwa mengerikan sebenarnya bisa membantu anak-anak melewati tahapan perkembangan psikologinya. Dengan membaca kisah perjuangan para tokoh pahlawan yang seringnya harus menghadapi tantangan mengerikan, anak-anak belajar soal strategi dalam menghadapi masalah lain di sana, seperti kemarahan, perpisahan dengan orangtua, serta hidup dalam harapan. Dan sesudahnya, biasanya anak-anak akan bermain peran dengan memainkan kisah yang mereka dengar tersebut, mengubah perkembangan plotnya, dan membuat solusi sendiri atas masalah yang harus ditangani.

      Kisah dongeng bukanlah satu-satunya cerita mengerikan yang harus dihadapi anak setiap hari. Berita, baik di TV maupun di media cetak, juga bisa memasukkan gambar mengerikan dan penuh kekerasan ke dalam rumah Mama—dan juga ke dalam benak si kecil. Bukan berarti Mama tidak boleh menyetel TV di dalam rumah atau hanya membaca koran ketika anak Mama tidur, tapi yang sebaiknya diingat adalah Mama harus memastikan terlebih dahulu bahwa Mama akan bisa menjawab pertanyaan yang diajukan anak Mama saat ia menonton atau “membaca” kisah kekerasan itu bersama Mama. Hal ini memberikan Mama kesempatan untuk berdiskusi soal apa yang sedang terjadi atau mengalihkan perhatiannya dengan aktivitas lain jika Mama menganggap berita itu terlalu mengerikan.